Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indef Ungkap Urgensi Power Wheeling Tidak Jelas dan Berisiko Merugikan Negara

Indef Ungkap Urgensi Power Wheeling Tidak Jelas dan Berisiko Merugikan Negara Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan pemerintah dan DPR perlu mencermati urgensi skema power wheeling dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Enrgi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) karena tidak jelas dan berisiko merugikan negara.

“Urgensi skema power wheeling yang masuk dalam pembahasan RUU EBET ini harus dijelaskan dan dicermati betul karena sangat berisiko berdampak buruk bagi negara,” kata Abra yang menjabat sebagai Kepala Center of Food Energy and Sustainable Development Indef kepada media.

Sampai saat ini, papar Abra, baik pemerintah maupun DPR sama sekali belum mengungkap secara gamblang alasan terkait dengan skema power wheeling. “Pasal power wheeling ini seperti siluman, kadang muncul, kadang tenggelam. Pun tidak jelas rupa dan tujuannya. Untuk itu, kita akan mengawal kebijakan ini,” katanya.

Baca Juga: Komisi VII DPR RI Sebut Power Wheeling Tidak Perlu Dibahas Dalam RUU EBET

Menurutnya, power wheeling merupakan sistem yang sangat liberal dan berisiko mengancam kedaulatan ketenagalistrikan yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945 harus dikuasai oleh negara. “MK sudah melegitimasi itu dengan membatalkan skema unbundling dalam UU Ketenagalistrikan.”

Menurutnya, skema power wheeling merupakan mekanisme liberal yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung. “Dan ini berisiko teknis dalam implementasinya. Karena EBET memiliki sifat intermiten yang berisiko menggangu keandalan listrik negara.”

Menurutnya, desakan untuk memasukkan power wheeling sebagai insentif ini juga tidak beralasan karena sesungguhnya pemerintah sudah menunjukkan arah kebijakan energi baru dan energi terbarukan secara jelas dalam RUPTL 2021-2030.

Dalam RUPTL, yang seringkali diklaim sebagai green RUPTL itu, sebetulnya sudah ada peningkatan porsi EBET yang signifikan. “Bahkan ada tambahan EBET itu 20,9 gigawatt, di mana 56,3% nya itu adalah porsi swasta.”

Baca Juga: Selain Langgar UUD 45, Peneliti UGM Sebut Power Wheeling Bakal Kerek Tarif Listrik

Dengan sudah adanya porsi swasta pada roadmap tersebut, paparnya, sebetulnya sudah cukup menjadi keyakinan investor bahwa memang negara punya arah yang cukup jelas untuk mendorong bauran suplai listrik dari EBET.

“Pada sisi suplai, sepertinya negara sudah membuka ruang yang cukup lebar terhadap peran swasta. Saat ini yang bermasalah justru sisi demand atau permintaan yang masih sangat kecil.”

Konsumsi listrik di Indonesia masih jauh jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya. “Bahkan belum mencapai separuh dari Vietnam yang mencapai sekitar 2.500 KwH per kapita. Sisi demand ini yang seharusnya penting untuk dibahas, bukan suplainya.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: