Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kerugian 'Rp271 Triliun' Dinilai Bukan Hitungan Resmi, Praktisi Hukum Minta Netizen Jangan Asal Hujat

Kerugian 'Rp271 Triliun' Dinilai Bukan Hitungan Resmi, Praktisi Hukum Minta Netizen Jangan Asal Hujat Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk periode 2015-2022 memunculkan polemik karena kerugiannya yang ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Sejumlah kalangan praktisi hukum memberi respons dan menyatakan pendapatnya soal kerugian yang fantastis itu.

Praktisi hukum M. Ali Nurdin sekaligus kuasa hukum pengusaha Robert Bonosusatya (RBS) berpendapat soal dugaan kerugian kasus timah itu.

Diketahui Robert disebut terkait PT Refined Bangka Tin (RBT) di mana direksinya menjadi salah satu tersangka diduga bersekongkol dengan oknum PT Timah menambang secara ilegal di Bangka.

Ali mengatakan, pihaknya sebagai praktisi hukum berkewajiban memberi pemahaman soal angka Rp271 triliun itu agar tidak menjadi polemik di masyarakat.

Ali menyebut angka tersebut bukan seperti yang dituduhkan netizen bahwa para tersangka "merampok" uang negara.

"Jadi, munculnya angka Rp 271 triliun merupakan hitungan ahli dari IPB sebagai akibat dari kerusakan lingkungan," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta.

Ia lalu mengutip ahli lingkungan dari IPB, Bambang Hero Saharjo itu, kata Ali, angka Rp 271 triliun itu terdiri atas kerugian kawasan hutan dan non-kawasan hutan. Untuk kerugian kawasan hutan jumlahnya mencapai Rp 223 triliun lebih.

"Sedangkan kerugian non-kawasan hutan mencapai Rp 47 triliun lebih. Jika dijumlahkan maka hasilnya lebih dari Rp 271 triliun. Sebenarnya jelas sekali angka ini soal kerugian lingkungannya," tambahnya.

Ketua DPC Peradi Bandung periode 2023-2028 itu lalu merinci kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi PT Timah itu.

Merujuk kepada keterangan resmi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, kata Ali, nilai kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 masih dalam perhitungan.

"Itu sebabnya penyidik berkoordinasi dengan BPKP secara intens untuk menghitung kerugian keuangan pasti dalam kasus tersebut," pungkasnnya.

Ia pun meminta publik perlu memberi kesempatan kepada penyidik untuk menuntaskan proses hukum kasus itu sebagaimana mestinya.

"Saya kira warganet tidak perlu memberi pernyataan berlebihan dan tidak sesuai fakta atas kasus itu karena berpotensi menghakimi tanpa dasar,” tandas Ali.

"Itu sebabnya, saya memberi pemahaman terkait masalah kasus timah ini. Agar publik terutama warganet tidak mudah menghujat seseorang padahal faktanya saja salah. Karena itu, saya mengajak publik dan warganet memberi kesempatan kepada penyidik Kejagung untuk menuntaskan proses hukumnya tanpa perlu menghujat. Saya kira ini penting sebagai pembelajaran kita untuk taat hukum,” pungkas Ali.

Untuk diketahui, Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga PT Timah Tbk ini. Terakhir penyidik sempat memeriksa pesohor Sandra Dewi yang merupakan istri tersangka Harvey Moeis. Penyidik memanggil Sandra Dewi karena sedang menelusuri aliran dana terkait dengan beberapa rekening yang telah diblokir.

Karena kasus itu, Harvey Moeis dan Sandra Dewi menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial. Bahkan warganet sempat salah menyebut Sandra Dewi sebagai Dewi Sandra sehingga akun media sosial Dewi Sandra penuh dengan hujatan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: