Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

APBN Terancam Dampak Eskalasi Timur Tengah, Ekonomi Indonesia Perlu Lebih Sustain!

APBN Terancam Dampak Eskalasi Timur Tengah, Ekonomi Indonesia Perlu Lebih Sustain! Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 mencapai 5,15 persen dan hingga akhir tahun diprediksi bisa melebihi 5 persen. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyoroti eskalasi konflik yang meningkat di Timur Tengah. Ia mengatakan hal tersebut akan membawa dampak terhadap harga komoditas sampai energi global.

Esther mengatakan, hal ini perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Indonesia. Kenaikan harga komoditas sampai energi akan berpengaruh terhadap asumsi makro ekonomi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 

Baca Juga: APBN Bisa Sempoyongan, Anjloknya Lifting Minyak Saat Memanasnya Timur Tengah

APBN diperkirakan akan mengalami desifit 2% - 3%. Oleh karenanya pemerintah perlu melihat lagi berbagai anggaran belanja agar lebih efektif dan produktif tidak hanya konsumtif seperti makan siang gratis. 

Esther mengatakan, pemerintah sebaiknya mengarahkan anggaran untuk belanja produktif agar dapat meminimalkan dampak konflik geopolitik yang diprediksi bisa memperdalam defisit fiskal.

“Lebih baik diarahkan ke belanja produktif yang bisa menghasilkan pendapatan dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang, maka akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih sustain (terjaga),” kata Esther, dilansir Senin (22/4).

Menurutnya, berbagai konflik geopolitik yang terjadi salah satunya dapat meningkatkan harga minyak dunia. Hal tersebut kemudian dapat mendorong penambahan biaya transportasi dan logistik, sehingga menaikkan harga berbagai komoditas.

Ia menyatakan bahwa efek domino dari peningkatan harga minyak tersebut dapat membuat anggaran pemerintah membengkak dan mengurangi ruang fiskal (fiscal space) APBN.

Esther menuturkan bahwa pemerintah sebaiknya juga memperkuat fundamental ekonomi nasional dengan meningkatkan ekspor dari komoditas non-migas serta menaikkan devisa negara dari berbagai sektor alternatif, seperti pariwisata.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa Indonesia juga perlu mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing agar perkembangan situasi global tidak akan berdampak signifikan kepada perekonomian dalam negeri.

Baca Juga: Bertemu Tony Blair, Presiden Jokowi Bahas Investasi Energi dan Percepatan Transformasi Digital

“Mengatasi dampak konflik global harus diupayakan fundamental ekonomi dalam negeri terus menguat. Tingkat devisa dan ekspor dari sektor pariwisata, pendapatan ekspor, nonmigas, dan kurangi ketergantungan dari pihak luar. Fundamental kuat, akan mampu mengatasi shock dari pengaruh luar,” tutur Esther.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: