Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bagaimana Dampak Pemilu 2024 Pada Investasi Anda? Ini Analisis Octa

Bagaimana Dampak Pemilu 2024 Pada Investasi Anda? Ini Analisis Octa Kredit Foto: Octa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagian besar pemilu 2024 akan terjadi di Eropa, dengan penyelenggaraan pesta politik ini di 19 negara. Kepala negara mungkin akan berubah di 10 negara dan 11 negara mungkin akan mengalami perubahan parlementer.

Pemilihan Parlemen Eropa, yang melibatkan 27 negara anggota dan memengaruhi 447 juta orang, terutama layak diperhatikan. Berdasarkan survei, partai-partai Euroskeptis mungkin akan mengamankan 40% kursi.

Tidak diragukan lagi, peristiwa yang paling menarik perhatian di dunia politik adalah pemilihan di bulan November di AS. 

Kita juga tidak boleh melupakan pemilihan di beberapa wilayah lain, yang mungkin akan membentuk keseimbangan kekuatan global baru. 

Secara tradisional, para investor bersikap skeptis tentang agenda politik dan memprioritaskan berita keuangan, seperti penyesuaian kebijakan monter atau aktivitas korporasi besar. Namun, memahami iklim politik sangatlah penting sebelum melakukan investasi dalam periode pemilu.

Di AS, kandidatnya adalah Trump vs Biden lagi. Pada tanggal 18 Maret 2024, panggung politik AS adalah pertarungan ulang antara Donald Trump dan Joe Biden, yang telah memenangkan pemilihan pendahuluan di partai mereka. Oleh sebab itu, mereka akan segera dinominasikan secara resmi untuk pemilihan presiden AS oleh partai masing-masing, sama dengan pertarungan elektoral 2020, menjanjikan periode kampanye yang intens. 

Pemilihan awal di UK. Meskipun pada awalnya dijadwalkan untuk Januari 2025, UK dapat melangsungkan pemilu awal. Hal ini disebabkan oleh tantangan pemimpin partai Buruh, Keir Starmer, kepada Perdana Menteri Rishi Sunak, yaitu pendesakan pemilu lebih awal untuk mengatasi kesulitan nasional. Starmer menekankan bahwa masyarakat memilih antara 'kemerosotan terus-menerus dengan partai Konservatif, atau pembaruan nasional dengan partai Buruh.' Perdana Menteri Rishi Sunak telah menyetujui pemilu 2024, yang saat ini sedang direncanakan untuk berlangsung di paruh kedua tahun 2024.

Vakum kepemimpinan di Jepang. Jepang sedang menghadapi skandal yang secara signifikan melemahkan otoritas faksi Perdana Menteri Kishida Fumio dan Shinzo Abe, dan telah menyebabkan pemecatan empat menteri kabinet, sehingga memicu potensi krisis kepemimpinan. Faksi Kishida juga menjadi fokus penyelidik, dan popularitasnya turun ke 17%. 

Kishida bertujuan untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik dengan berjanji akan memberantas korupsi dan mendorongpertumbuhan perekonomian. Jika Kishida gagal dan mengundurkan diri, kemungkinan akan terjadi perebutan kekuasaan yang kontroversial. Jepang akan mendapatkan administrasi baru dengan prioritas politik baru dan kemungkinan agenda perekonomian baru.

Baca Juga: Cuan dengan Bijaksana, Bocoran Octa untuk Gaya Trading di 2024

Contoh: Bagaimana pemilu berdampak pada perekonomian dan investor

Selama musim pemilihan presiden, banyak investor yang jatuh dalam jebakan dengan memercayai bahwa saham berpeluang lebih baik jika partai atau kandidat pilihan mereka menang. Namun, data pasar menunjukkan sebaliknya. Dalam jangka panjang, pasar keuangan meningkat, terlepas dari partai yang memimpin.

Mari kita ambil pemilu AS sebagai contoh. Apa arti presiden Republikan atau Demokrat untuk pasar keuangan? Sejarah pasar AS menunjukkan bahwa kepemimpinan politik memiliki hubungan kecil dengan kinerja pasar, karena pasar pada umumnya berkembang di semua administrasi presiden yang berbeda. Mari kita cari tahu alasannya.

Dinamika pasar yang baik, terlepas dari partai yang memimpin. Pasar saham AS telah memberikan penghasilan positif di bawah sebagian besar pemerintahan, kecuali selama periode yang berakhir dengan resesi besar. Sejak diciptakan pada tahun 1957, indeks S&P 500 telah mencapai penghasilan tahunan rata-rata sekitar 10%, terlepas dari apakah Demokrat atau Republikan yang berkuasa. Perekonomian AS juga bertumbuh sekitar 3% setiap tahunnya.

Tidak ada perubahan ekonomi radikal meskipun terjadi peralihan politik. Struktur perekonomian AS tetap tidak berubah selama beberapa dekade. Bahkan periode di mana hanya satu partai yang berkuasa tidak mengakibatkan perubahan signifikan. Tingkat pengesahan RUU yang ‘substansial’ tidak meningkat meskipun partai yang sama menguasai lembaga eksekutif dan legislatif.

Cabang eksekutif berada di bawah kebijakan moneter. Meskipun cabang eksekutif memainkan peran penting dalam pemerintahan perekonomian, eksekutif beroperasi di bawah kerangka kerja kebijakan moneter yang lebih luas, yang dapat secara signifikan memengaruhi kesuksesan presiden. Misalnya, Presiden Reagan dan Clinton menarik manfaat dari penurunan suku bunga berturut-turut. Sebaliknya, Presiden George H.W. Bush dan George W. Bush menghadapi tantangan akibat pengetatan kebijakan oleh Federal Reserve, menyebabkan kurva imbal hasil terbalik dan resesi. Sementara itu, Presiden Obama menarik manfaat dari suku bunga yang pada umumnya menguntungkan selama masa pemerintahannya, kecuali selama periode pendek pada tahun 2015-2016. Sebaliknya, Presiden Trump tidak beruntung karena adanya pengetatan kebijakan selama dua tahun pertamanya menjabat.

Sejarah menunjukkan bahwa inovasi dan peluang investasi akan berlanjut, terlepas dari siapa yang memenangkan pemilihan presiden.

Mungkin akan ada banyak perubahan politik di tahun mendatang yang dapat menyebabkan penyesuaian signifikan terhadap lembaga legislatif dan eksekutif pemerintahan. Meskipun demikian, tidak mudah untuk melihat korelasi antara situasi politik, popularitas presiden, dan keadaan perekonomian serta dinamika pasar keuangan.

Para investor harus lebih berfokus pada lanskap perekonomian global dan kebijakan bank sentral daripada politik. Pengaturan waktu di pasar keuangan pada umumnya rumit dan berisiko. Mendasarkan keputusan pada siklus pemilu tidak bijaksana dalam sebagian besar situasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel:

Berita Terkait