Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kaltim Tuan Rumah Forum SSKE, Belajar dari Provinsi Pertama Pembuat Regulasi Nilai Ekonomi Karbon

Kaltim Tuan Rumah Forum SSKE, Belajar dari Provinsi Pertama Pembuat Regulasi Nilai Ekonomi Karbon Kredit Foto: Pemprov Kaltim
Warta Ekonomi, Jakarta -

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi tuan rumah Forum South-South Knowledge Exchange (SSKE) pada 23-29 Mei 2024. Pertemuan Negara Selatan-Selatan itu dipusatkan di Kota Balikpapan. Organisasi negara-negara pemilik hutan tropis dunia itu beranggotakan Indonesia, Brazil dan Congo.

Dalam pertemuan penting itu, Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik mempresentasikan strategi provinsi atau subnasional dalam Satuan Tugas Gubernur untuk Perubahan Iklim dan Hutan atau Governor’s Climate Forests Task Force (GCF Task Force).   

Pemerintah Indonesia (pusat dan daerah/subnasional) dijelaskan Akmal, memiliki kepedulian tinggi dalam berbagai regulasi dan program untuk menekan laju deforestasi dan mendorong konservasi. Komitmen ini pun diyakini tidak akan menemui hasil maksimal tanpa kemitraan yang kuat dan kolaboratif dari semua elemen pemerintah dan masyarakat. Implementasi upaya pencegahan degradasi hutan dan deforestasi itu juga memerlukan dukungan serius sektor swasta (private sector).

Baca Juga: Pj Gubernur Kaltim Kunjungi Korban Banjir Mahulu. Fokus Siapkan Pangan dan Listrik

Dengan bangga Akmal pun menyebut Kalimantan Timur sebagai provinsi yang memiliki tingkat kepedulian dan kekompakan sangat luar biasa dalam upaya penyelamatan hutan dan lingkungan. Kaltim pun sangat serius mencegah laju perubahan iklim ekstrem.

"Satu-satunya provinsi yang membuat peraturan gubernur tentang tata kelola nilai ekonomi karbon adalah Kalimantan Timur," bangga Akmal Malik dalam acara pembukaan South-South Knowledge Exchange di Hotel Platinum Balikpapan, Senin 27 Mei 2024.  

"Ini yang pertama di Indonesia," sambungnya.  

Komitmen dan kebijakan Kaltim ini diharapkan bisa menjadi pelopor bagi provinsi atau subnasional lain di dunia. Selain itu juga memastikan regulasi pemerintah mampu menggugah semua pihak bahwa menjaga hutan dan mengurangi emisi bukan semata tugas pemerintah. 

"Tetapi juga tanggung jawab private sector serta pemangku kepentingan terkait dan masyarakat," tegas Akmal. 

Jika semua mengetahui bahwa karbon memiliki nilai ekonomi, maka ini akan mendorong semua pihak mau terlibat aktif menjaga karbon yang bersumber dari gambut, hutan dan mangrove. 

Akmal pun berharap World Bank melihat kebijakan Kaltim ini sebagai langkah positif menyelamatkan bumi dari negara pemilik hutan tropis dunia. 

"Jika selama ini banyak negara hanya menghasilkan emisi, maka mereka harus membayar kepada negara yang menghasilkan karbon, karena mau menjaga hutannya," tandas Akmal. 

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri ini pun menyinggung peran besar Indonesia (Kaltim) dalam berbagai upaya menahan laju perubahan iklim (climate change) yang kemudian berbuah kompensasi dari negara-negara donor melalui Bank Dunia/World Bank.

“Ini sudah dibuktikan dengan diperolehnya insentif dari negara donor untuk Indonesia senilai USD 110 juta dan sekitar Rp300 miliar sudah dicairkan," sebut Akmal.

Forum South-South Knowledge Exchange di Kota Balikpapan ini diikuti 43 negara partisipan.  

Menurut Akmal, setiap negara memiliki kiat dan caranya sendiri dalam upaya penyelamatan hutan masing-masing. Saat ini World Bank baru memfasilitasi tiga negara yakni Indonesia, Brazil dan Congo. Dia berharap ke depan akan lebih banyak negara yang difasilitasi. 

"Berbagi pengetahuan seharusnya tidak hanya dengan tiga atau empat negara. Karena tidak semua kondisi daerah sama," tandasnya.

Saat ini World Bank memfasilitasi tiga negara. Yakni Indonesia diwakili Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi. Sementara Brazil diwakili Negara Bagian Amazon, sedangkan Negara Demokratik Congo diwakili Provinsi Mato Grosso.  

"Kita sangat berharap World Bank bisa lebih membuka knowledge exchange dari negara-negara partisipan, selain tiga negara SSKE ini," harapnya. 

Lead Environmental Specialist The World Bank Franka Braun menjelaskan South-South Knowledge Exchange menggabungkan tiga negara hutan hujan tropis terbesar, sekaligus menjadi platform para pembuat kebijakan, pakar dan masyarakat. 

"Bank Dunia juga membawa masyarakat global. Dalam platform ini kita berusaha mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara hutan hujan tropis," jelasnya. 

Franka Braun menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Kaltim atas seluruh kinerja yang telah dikontribusikan untuk penyelamatan bumi dan dunia.

"Banyak kemajuan yang diperoleh Pemerintah Provinsi Kaltim, seperti pengelolaan hutan dari deforestasi dan pengurangan emisi karbon. Ini adalah kepentingan bersama menjaga kemajuan dan langkah baik ini," puji Franka Braun mewaliki World Bank.

Tidak kalah pentingnya, Kaltim bersama lima pemerintah daerah lainnya menjadi garis terdepan menjaga hutan dan memastikan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan bisa sejahtera. 

"Forum ini adalah forum kemitraan untuk mendapatkan perhatian global dan sektor swasta harus terlibat menjaga ekosistem ini," harapnya. 

Ditambahkannya, platform ini tidak hanya berbagi pengalaman, tapi juga meningkatkan citra mengatasi permasalahan, memobilisasi pembiayaan, teknologi dan mencari solusi bersama. 

"World Bank sangat senang bisa mendukung SSKE ini," ucap Franka Braun. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: