Kredit Foto: Ist
Air bersih sangat sulit dan mahal karena mengandalkan pasokan dari daerah lain. Penghasilan mereka tidak menentu karena tambak yang menjadi gantungan hidup sering dilanda rob sehingga ikan bandeng dan udang yang dibesarkan hanyut sebelum sempat dipanen. Jarak antar rumah penduduk sangat renggang dan tidak ada fasilitas MCK.
Tetapi, Jamal melihat Dusun Bondan sebagai wilayah pesisir kaya akan potensi alam seperti angin dan surya. Sebagai pemuda berlatar belakang pendidikan SMK, Jamal yakin pembenahan pertama yang harus dilakukan adalah menyediakan energi listrik yang cukup untuk warga kampung.
Angin dan sinar matahari menjadi satu-satunya opsi sebagai pembangkit tenaga listrik karena aliran listrik dari Pemerintah sangat tidak memungkinkan.
Tanpa listrik mengakibatkan warga Dusun Bondan menjadi kurang produktif. Anak usia pelajar tidak dapat belajar dengan maksimal pada malam hari. Petani tambak tidak mengolah hasil tambak, tutur bapak satu anak yang mendapatkan beasiswa dari Pertamina untuk kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Terbuka itu.
Jamal berusaha keras untuk mewujudkan gagasan tersebut. Mungkin nasibnya sedang baik karena dia pada suatu ketika bertemu dengan pekerja Pertamina dari kilang Cilacap yang sedang menanam mangrove di wilayah itu. Kami berdiskusi dan akhirnya dari kilang Cilacap bersedia melakukan survei terlebih dahulu, katanya.
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap menganalisis permasalahan dan potensi yang ada di Dusun Bondan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dikembangkan program E-mas Bayu & E-Mbak mina yang merupakan akronim dari Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin (Bayu) dan Energi Mandiri Tambak Ikan (Mina) Tujuannya agar masyarakat di dusun tersebut dan sekitarnya bisa mendapatkan energi untuk penerangan kehidupan mereka, kata Manager CSR dan SMEPP PT KPI Edward Manaor Siahaan. Program E-Mas Bayu ini merupakan komitmen Pertamina untuk mengembangkam energi bersih berwawasan lingkungan.
Bantuan program CSR tersebut berupa prototipe Hybrid Energy One Pole (HEOP) yang mengonversikan energi surya dan angin menjadi listrik. Prototipe HEOP yang saat itu hanya mampu menghasilkan arus listrik searah atau direct current (DC) untuk 14 titik sambungan.
Selain itu, Pertamina memberikan bantuan panel surya untuk 14 titik yang letaknya jauh dari lokasi HEOP. Dusun Bondan mulai terang walau pun listrik tersebut belum dapat digunakan untuk alat elektronik.
Pertamina kemudian berkolaborasi dengan Politeknik Negeri Cilacap (PNC) mengembangkan energi listrik tenaga hibrida (PLTH) dengan daya 6.000 Watt Peak (WP) pada 2018 dengan 5 kincir angin dan 12 panel surya. Pada 2018, bantuan tersebut telah secara resmi diserah terimakan kepada masyarakat Dusun Bondan dan diresmikan penggunaannya oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada 5 Maret 2019.
Untuk mendukung keberadaan dan keberlanjutan PLTH, dibentuk kelompok pengelola PLTH. Mereka mendapatkan pelatihan untuk pengelolaan dan pemeliharaan PLTH. Pemerintah desa juga memberikan respons positif dengan membuat peraturan desa pertama yang mengatur tentang pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan energi baru terbarukan.
Kapasitas listrik yang dibangun kemudian bertambah menjadi 12.000 WP dan diresmikan pengoperasiannya pada akhir 2020. Penggunaan energi terbarukan sebesar itu berhasil mengurangi emisi hingga 7,51 ton C02 eq per tahun. Oleh kelompok, listrik dialirkan ke rumah 37 Kepala Keluarga yang mencakup 242 orang masing-masing 500 watt, masjid, sekolah, dan dua rumah produksi.
Pengeluaran warga untuk keperluan penerangan akhirnya berkurang drastis dari Rp75 ribu - Rp100 ribu menjadi Rp25 ribu. Saat ini, 100% anak usia pelajar yang sebelumnya tidak bisa belajar di malam hari kini sudah bisa leluasa belajar di malam hari karena sudah diterangi oleh cahaya lampu, kata Jamal.
Beragam Manfaat dan Institusi Baru
PLTH memberikan beragam manfaat untuk masyarakat. Selain digunakan untuk menghasilkan penerangan, listrik dimanfaatkan untuk pengoperasian alat desalinasi air dari payau menjadi tawar dan aerator tambak kelompok nelayan atau program Energi Mandiri Tambak Ikan (E-Mba Mina). Aerator tambak atau mesin penghasil gelembung udara yang berguna untuk menggerakkan air di dalam akuarium, kolam atau tambak, agar kaya kandungan oksigennya, jelas Jamal.
Pemanfaatan aerator tambak, mendukung program intensifikasi tambak ikan dengan teknologi tambak polikultur biofilter, sebuah teknologi untuk meningkatkan produksi ikan bandeng, dengan memadukan antara tanaman mangrove dan sejumlah biota yang dibudidayakan seperti ikan bandeng, udang, dan kerang totok.
Masing-masing memiliki fungsi penting, di antaranya adalah mangrove akan menyediakan pakan alami bagi udang dan bandeng. Sedangkan kerang totok mampu menyerap residu tambak.
Kami bisa menciptakan inovasi sebuah alat yang berfungsi sebagai peringatan dini datangnya rob sehingga petambak sempat memindahkan ikan dan bandeng sebelum musibah itu datang, papar Jamal.
Ketersediaan listrik mendorong kehidupan masyarakat Bondan lebih sehat. Mereka mudah mendapatkan air bersih setelah Pertamina menginisiasi Sistem Desalinasi Air Berbasis Masyarakat (Sidesimas) untuk mengubah air payau menjadi air tawar sehingga dapat dikonsumsi warga.
Kapasitas desalinasi air yang dioperasikan pada 12 September 2020 itu mencapai 240 liter per jam. Rata-rata sehari diproduksi 2.000 liter air tawar yang bisa dimanfaatkan oleh 78 KK serta 1 rumah produksi UMKM pesisir.
Warga yang memanfaatkan air dari fasilitas Sidesimas hanya dibebani iuran sebesar Rp1.500 per jeriken isi 30 liter sebagai biaya perawatan. Jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membeli atau mencari air besih ke Nusakambangan yang membutuhkan biaya Rp200 ribu untuk operasional perahu atau membeli air sekitar Rp3.000-Rp5.000 per jeriken.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement