Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspada! Kominfo Tak Berdaya, Indonesia dalam Bahaya

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika & Multimedia Independen

Waspada! Kominfo Tak Berdaya, Indonesia dalam Bahaya Kredit Foto: Twitter/Roy Suryo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mungkin judul di atas tampak hiperbolik bagi sebagian masyarakat, terutama bagi yang jalan pikirannya masih sama seperti pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Indonesia. Sebab, sampai hari ini, meski sudah diingatkan berkali-kali, mereka masih tampak abai melihat situasi dan kondisi data Indonesia yang diumbar sedemikian murahnya di alam maya.

Mengapa disebut "sedemikian murahnya"? Karena de facto saat ini data-data tersebut sudah ditawarkan sampelnya untuk bisa diunduh gratis sebagai contoh data asli, kalau ada yang berminat.

Mulai dari data-data nama penduduk detail dengan alamat lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor HP pribadi, nomor keanggotaan BPJS, hingga kepada Nomor Registrasi Pokok (NRP) untuk TNI-Polri dan identifikasi sidik jari semua mulai ditawarkan di Dark Web seiring dengan bobolnya berbagai database seperti Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil), BPJS-Kesehatan, BPJS-Ketenagakerjaan, Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS), hingga Badan Aliansi Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS-TNI) lengkap dengan semua User-ID dan Password-nya, dan sebagainya.

Semua data di atas sekarang sudah ada dan tersedia di Dark Web dengan berbagai kriteria dan ragam harganya, mulai dari US$ 1000 sampai 7000 bahkan lebih, tergantung spesifikasi dan kelengkapannya. Sungguh sangat ironis sebagaimana komentar netizen di ranah maya yang sudah menyebut negara kita tercinta Indonesia ini sebagai "Open Source Country" alias negara yang semua sumber (data)-nya terbuka, sungguh sangat menyakitkan dan memalukan bagi yang sadar dan masih punya rasa nasionalisme sekaligus semangat merah putih (harga mati) dalam membela negara.

Namun bagi orang-orang yang tidak memiliki jiwa nasionalis tersebut memang sangat disayangkan mereka sudah tidak lagi memiliki sifat handarbeni (memiliki) Republik ini, secara enteng menganggap bahwa kebocoran dan penyebaran data-data di atas dianggap hal yang biasa atau minimal "tidak berbahaya" karena ketidaktahuannya. Salah satu contohnya adalah menganggap sebagai data-data yang "sudah lama" dan tidak berguna, katanya. Contoh lain ketidaktahuannya adalah dengan menyebut singkatan VM (Virtual Machine) yang salah, sebagai "FM" (Firtual Machine?), padahal apa susahnya hanya tinggal baca teks yang itupun dibuatkan stafnya.

Oleh karena itu sebenarnya petisi yang digaungkan oleh SafeNet untuk meng-Kartu Merah-kan atau meng-kick-out alias memecat Menkominfo Budi Arie Setiadi saat ini adalah salah satu bentuk perjuangan anak bangsa yang ingin membela Tanah Airnya secara nyata.

Ibaratnya sebagai penumpang bus, kita tahu sopirnya tidak bisa mengendalikan laju dengan aman dan malah berbahaya, sudah diingatkan tapi tetap tidak mau tahu yang harus dilakukan seharusnya apalagi sudah menyerah tidak tahu apa-apa, sebaiknya memang secara ksatria mundur atau diganti saja. Sebab kalau tidak diganti maka keseluruhan penumpang bus akan bahaya dan celaka semua, kecuali atasan dia memang juga terlibat di sana.

Kalau secara hitungan bola, "skor" yang sekarang dialami oleh Indonesia yang diwakili Kemkominfo dalam urusan data ini sudah lebih dari hattrick (0-7) apalagi yang terbaru sudah bocor juga data-data dari Satu Pintu Kota Denpasar, BPJS-Ketenagakerjaan, DitJen HubUd Kementerian Perhubungan dan sebagainya. Jadi sangat wajar kalau kiper yang kebobolan sampai banyak sekali tersebut di-Kartu Merah, kecuali (sekali lagi) dia ada "main" dengan pelatih/manajer tim-nya sehingga punya bargain atau saling menyandera.

Catatan: Untuk skor double hattrick 0-6 dan sebelum-sebelumnya dapat dibaca tulisan-tulisan saya terdahulu agar tidak perlu terjadi pengulangan penyebutan data yang sangat memalukan tersebut lagi.

Baca Juga: Skor Glut 0-5: Setelah PDNs dan INAFIS, Kini Data BAIS Bocor, Quo Vadis Satu Data Indonesia?

Hal yang terbaru adalah dipublikasikan oleh nama yang sempat viral di Indonesia karena berhasil meretas data-data MyPertamina, IndiHome, SIM Card dari database Kominfo, surat-surat ke Presiden, data KPU dan sebagainya, yakni Bjorka.

Kemarin akun X/Twitternya menulis bahwa ada seorang wanita Rusia yang disebut-sebutnya akan membuat heboh di sini.

"Sebentar lagi akan hadir hacker bernama Stevania Mantiri. Dia berasal dari Rusia. Akan kasih kejutan besar!" katanya.

Bahkan dalam video yang diunggahnya, Bjorka juga menyebutkan bahwa ada rahasia yang tidak akan diungkapkan dan meminta Indonesia untuk mengecek sistem sibernya. "Kami adalah anonymous. Kami bisa menjadi siapa saja tanpa kamu ketahui," ujarnya.

Apakah postingan di atas hanya dianggap sebagai gertak sambal saja dan kembali diabaikan oleh Kemkominfo? Saya sangat harapkan tidak. Karena sebagaimana sudah selalu saya katakan dalam berbagai forum dan media, proses enkripsi PDNs-2 di Surabaya kemarin hanyalah sebagai entry point dan test the water dari puncak gunung es tsunami bencana data yang akan dialami oleh Indonesia.

Jangan merasa aman bahwa data-data di PDNs-2 tersebut hanya dienkripsi saja dan sudah dikunci sebagaimana pernyataan-pernyataan rezim ini sebelumnya. Karena sudah jelas bahwa data-data tersebut bisa diindikasikan telah dicopy dulu semuanya atau minimal sebagian oleh hacker sebelum melakukan enkripsi dan menjalankan ransomware-nya.

Tsunami data tersebut bisa dibayangkan bilamana masyarakat repot seperti kasus di Imigrasi kemarin. Selain itu mulai kesulitan antre BBM karena data/barcode tidak bisa diakses untuk subsidi, juga saat di rumah sakit ternyata Kartu BPJS-Kesehatan tidak dikenal lagi, mendadak setiap hari setiap jam dan menit ditelpon oleh nomor-nomor tidak dikenal dan menawarkan pinjaman bahkan menagih hutang padahal sama sekali bukan debiturnya, dan sebagainya.

Tentu semua di atas ini hanya contoh akibat data-data pribadi kita sudah diumbar tanpa ada tindakan apapun dari Pemerintah selaku pihak yang gagal karena seharusnya bisa melindungi data masyarakat sebagaimana amanah UU No. 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Kesimpulannya, sudah jelas bahaya mengancam di depan mata. Kalau Presiden Jokowi seolah-olah bisa berpidato bahwa "Data is the New Oil" dan mengerti artinya, tentu dalam pemanggilan Menkominfo bersama BSSN, MenKeu, MenkumHAM, menPAN, BPKB, dan Telkom kemarin juga harus bisa memberi arahan untuk menyelamatkan Indonesia.

Maka kita tunggu saja hari-hari ini akan ada tindakan signifikan tidak dari rezim yang sedang berkuasa saat ini. Artinya benar-benar masih nasionalis atau justru malah menyerah tunduk semuanya (dijual atau digadaikan) kepada oligarki dan kepentingan asing.

Data-data sudah jelas tersebar akibat "kebodohan" sebagaimana disampaikan oleh Komisi-1 DPR-RI kemarin, apakah mau tetap dipertahankan kalau sudah begini?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: