YLKI Minta BPOM Segera Sosialisasi Pasca Terbitnya Regulasi Pelabelan Kemasan BPA
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secepatnya melakukan sosialisasi pasca terbitnya Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Label Pangan Olahan.
Kebijakan terbaru ini sudah lama ditunggu masyarakat, terkait keberadaan campuran senyawa Bisphenol A (BPA) pada kemasan plastik air minum guna ulang yang butuh keputusan tegas pemerintah.
"Pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi, dan masyarakat pun punya hak untuk bisa mengakses aturan tersebut,” kata anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo, kepada awak media, Jumat (28/6), menanggapi terbitnya peraturan BPOM tentang pemasangan label peringatan pada air minum dalam kemasan (AMDK) plastik tersebut.
Baca Juga: Asing Gunakan Isu Bromat untuk Matikan Produk AMDK Dalam Negeri
Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 adalah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang sebelumnya telah ditetapkan pada tanggal 1 April 2024.
Menurut Tubagus Haryo, ketika sebuah peraturan perundang-undangan disahkan, maka pada saat yang sama masyarakat juga harus mendapatkan informasi dengan sosialisasi melalui beberapa kanal. Salah satunya adalah sosialisasi yang dilakukan oleh pembuat peraturan itu sendiri.
Lalu, masyarakat juga harus bisa mengakses aturan tersebut di kanal-kanal yang bisa diakses oleh masyarakat. Tubagus Haryo mengatakan, BPOM seharusnya sudah mulai melakukan sosialisasi dengan penyebarluasan informasi melalui pemanfaatan upaya Public Relations, dan juga pemaksimalan kanal-kanal seperti website BPOM dan akun Instagram yang dimilikinya.
“Para jurnalis juga diharapkan bisa menjadi tempat sosialisasi regulasi apa pun," kata Tubagus Haryo. Tujuannya agar masyarakat mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam peraturan BPOM yang paling baru itu.
Baca Juga: YLKI Soal Masalah Tapera: Subsidi Mestinya Beban Pemerintah, Malah Ditransfer ke Rakyat
Tubagus Haryo menilai, langkah BPOM tersebut merupakan langkah yang tepat dan cepat yang bisa dilakukan, yaitu melalui regulasi pelabelan pada kemasan AMDK, agar konsumen sadar dengan risiko bahayanya saat memilih kemasan air minum yang rutin mereka konsumsi.
Namun, Tubagus Haryo juga mengkritisi pasal-pasal dalam aturan perubahan itu. Salah satunya sebagaimana tercantum dalam Peraturan BPOM Pasal II ayat 1 yang menyebutkan, bahwa air minum dalam kemasan yang beredar wajib mematuhi ketentuan dalam Peraturan BPOM ini paling lama 4 (empat) tahun sejak diundangkan.
“Empat tahun menurut saya terlalu lama,” katanya mengingatkan. “Seharusnya juga dihitung, apakah dalam waktu empat tahun, pelaku usaha bisa memenuhi persyaratan yang ada dalam peraturan tersebut.”
Meski demikian, dia berharap agar BPOM juga menindaklanjuti keluarnya peraturan tersebut dengan penelitian di lapangan, untuk memastikan aturan tentang pelabelan AMDK itu sungguh-sungguh dipatuhi pengusaha atau tidak.
Baca Juga: Pemerintah Minta Swasta Ikut Atasi Persoalan Air Minum
“Seandainya waktu tersebut selesai, maka seharusnya BPOM mempunyai mekanisme untuk melakukan uji petik di lapangan, apakah memang seluruh air minum dalam kemasan itu sudah memenuhi peraturan BPOM atau tidak," katanya.
Mengenai potensi perlawanan keras dari lobi-lobi industri yang mungkin keberatan dengan regulasi pelabelan pada kemasan AMDK, Tubagus Haryo mengatakan agar industri seharusnya mematuhi peraturan yang telah diputuskan oleh pemerintah.
“Industri harusnya comply (patuh) dengan aturan itu. Ketika aturan itu dibuat kan bukan hanya untuk industri, tapi itu semua dalam konteks untuk perlindungan konsumen,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement