
Peneliti Muda Yayasan Madani Berkelanjutan, Intan Elvira, menyebut jika harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit di dalam negeri tidak mengalami peningkatan signifikan dan cenderung berfluktuasi.
Misalnya, pada tahun 2014 lalu rata-rata harga CPO berdasarkan harga acuan Dumai dan Belawan sebesar Rp9.084/Kg. Sebelumnya, harga tersebut dicatut pemerintah dari pungutan ekspor. Setelah pungutan ekspor dilakukan pada tahun 2015, harga CPO lebih rendah dibandingkan harga sebelum pungutan ekspor.
Baca Juga: Fluktuasi Industri Kelapa Sawit Akan Pengaruhi Penerimaan Pajak 2024
“Bahkan, pada 2019 harga turun menjadi Rp6.829/Kg,” ucap Intan dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Selasa (9/7/2024).
Intan menjelaskan bahwa untuk meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) petani, Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya melakuakn perbaikan terhadap formula penetapan harga TBS sawit di tingkat petani. Dari yang semula menggunakan pendekatan biaya produksi pada level Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi kombinasi antara biaya produksi pada level PKS dan biaya produksi pada level petani.
“Kementan juga perlu menyusun matriks penentuan harga TBS berdasarkan kualitas TBS sebagai referensi resmi yang dikeluarkan melalui revisi Permentan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga TBS,” jelasnya.
Hal tersebut diperlukan untuk mentusun skema khusus lewat Peraturan Menteri yang mengatur ketentuan penetapan harga yang linera antara kenaikan harga CPO dan Indeks K. pada banyak kasus, ucap Intan, kenaikan harga TBS sawit tidak elastis dengan kenaikan harga CPO.
Oleh sebab itu, dia menyoroti Badan Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengubah strategi penggunaan dana perkebunan sawit agar fokus ada perbaikan kesejahteraan petani seperti program peremajaan sawit rakyat (PSR), peningkatan sarana dan prasarana perkebunan sawit, dan peningkatan SDM petani sawit itu sendiri.
Hal tersebut penting untuk dilakukan agar mandat dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan bisa direalisasikan dengan baik.
Di sisi lain, Badan Pelaksana BPDPKS juga perlu memperbaiki skema penyaluran dana untuk program PSR yang berbasis pada data yang valid baik spasial maupun numerik, memangkas proses birokrasi yang panjang seperti proses rekomendasi teknis yang bertingkat dan verifikasi calon penerima.
Sebelumnya, pemerintah beranggapan bahwa cara mendorong peningkatan harga CPO adalah dengan melakukan pungutan ekspor terhadap ekspor CPO dan produk turunannya. Yang mana, dana dari hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai subsidi biodiesel dengan harapan bahwa produksi biodiesel dalam negeri meningkat sehingga mampu menyerap produksi CPO.
Baca Juga: BUMN PTPN IV PalmCo Gandeng Malaysia untuk Olah Cangkang Sawit
Dengan meningkatnya permintaan CPO tersebut, harapannya adalah mampu mendongkrak harga CPO serta implikasi lainnya dan yang penting harga TBS sawit di tingkat petani meningkat sehingga mendongkrak nilai tukar petani (NTP) perkebunan rakyat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement