Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar sebut Teknologi Co-Prosessing pada Industri Semen Dapat Kurangi Konsumsi SDA

Pakar sebut Teknologi Co-Prosessing pada Industri Semen Dapat Kurangi Konsumsi SDA Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Grup Riset Pengelolaan Udara dan Limbah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Ir. Puji Lestari, Ph.D mengatakan teknologi co-prosessing pada industri semen dapat mengurangi konsumsi sumber daya alam (SDA).

"Co-processing limbah pada kiln semen dapat mengurangi konsumsi sumber daya alam (batu bara dan bahan alami lainnya) dan mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dalam rangka program dekarbonisasi di Indonesia," ujar Puji dalam rangkaian Exchange Programme on Waste Heat Recovery di Jakarta, Senin 29 Juli di hotel Gran Melia.

Kegiatan yang diselenggarakan mulai 29 Juli hingga 30 Juli 2024 itu, merupakan prakarsa dari United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), yang bertujuan untuk mendorong kolaborasi dalam implementasi waste heat recovery antara Indonesia dan Tiongkok.

Beliau menambahkan co-processing di kiln semen merupakan alternatif pengelolaan sampah dan limbah dengan dampak minimum terhadap polusi udara, karena proses suhu tinggi di kiln semen dapat mengurangi pembuangan dan pembakaran terbuka.

Menurutnya, hal itu penting mengingat Indonesia termasuk salah satu negara yang menghasilkan sampah dan limbah dalam jumlah sangat besar dan berpotensi menyebabkan polusi udara yang tinggi.

"Perlu diingat bahwa setiap jenis pengelolaan limbah juga dapat berkontribusi terhadap polusi udara dan emisi gas rumah kaca,” jelas beliau.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi, mengatakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan industri harus mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam proses produksinya dan menggunakan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. 

"Pemerintah juga sudah membuat sejumlah inisiatif untuk industri hijau diantaranya peta jalan dekarbonisasi industri, e-mobilitas, standardisasi dan penghargaan industri hijau, penguatan kebijakan energi baru dan terbarukan, sertifikasi industri hijau, pengembangan produk hijau dan penerapan teknologi hijau, hingga restrukturisasi peralatan atau teknologi industri rendah karbon dan hemat energi," kata Andi.

Selain itu, Pemerintah juga juga memiliki sejumlah program pengurangan emisi gas rumah kaca. Industri semen termasuk menjadi salah satu sub sektor industri prioritas dalam peta jalan dekarbonisasi dan peta jalan perdagangan karbon yang saat ini dikembangkan Kementerian Perindustrian.

Dr. Yunrui Zhou, Industrial Development Officer, Montreal Protocol Unit mengatakan melalui proyek UNIDO "South-South and Triangular Industrial Cooperation (SSTIC)” industri semen di Indonesia dan Tiongkok akan berbagi pengalaman mengenai implementasi teknologi co-processing, peluang menuju transfer teknologi.

Diskusi mengenai berbagai aspek co-processing, termasuk kebijakan nasional dan internasional, inovasi teknologi, penghematan energi perlindungan lingkungan, pengelolaan limbah, dan ekonomi sirkular.

Hal ini disambut baik oleh Robert Sweigart, Head of CCC PT Indocement  Tunggal  Prakarsa Tbk. Beliau mengatakan permintaan semen Indonesia tumbuh dari 39 juta metrik ton (Mt) pada tahun 2010 menjadi 66 Mt pada tahun 2022, meningkat rata-rata 4,8% per tahun.

Industri semen merupakan sektor yang sangat boros energi. Bahan bakar termal yang digunakan didominasi oleh batu bara (>80% penggunaan energi termal). Indonesia berjanji untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Agar Indonesia mencapai emisi nol bersih, sangat penting untuk melakukan dekarbonisasi pada industri semen. Indocement berkomitmen penuh terhadap upaya dekarbonisasi melalui co-processing bahan bakar alternatif.

Pada tahun 2023 Indocement telah mencapai laju substitusi panas penggantian bahan bakar alternatif terhadap batu bara (Thermal Substitution Rate (TSR) sebesar 18,3%.Target Indocement pada tahun 2025 mencapai TSR 25% dan pada tahun 2030 mencapai TSR 42%.

Hal ini dijelaskan Robert juga dalam kunjungan yang dilakukan oleh delegasi dari Tiongkok bersama UNIDO dan sejumlah perusahaan semen ke salah satu komplek pabrik semen terbesar di Indonesia, Indocement, yang berada di Citeureup, Bogor pada tanggal 30 Juli 2024.

Wakil Direktur Jenderal Departemen Konservasi Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya, Kementerian Perindustrian dan Informasi (Ministry of Industry and Information MIIT), Mr. Ding Zhijun menyatakan bahwa di samping kunjungan lapangan, pertemuan bilateral juga diselenggarakan antara MIIT dengan Kementrian Perindustrian untuk mengeksplorasi potensi terciptanya sinergi dan kolaborasi antara Tiongkok dan Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: