PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel (MTEL) mendorong inovasi Flying Tower System (FTS), teknologi pesawat tanpa awak bertenaga surya yang menggunakan teknologi High Altitude Platform Station (HAPS) dari anak usaha Airbus, AALTO HAPS Ltd. (AALTO).
Mitratel baru saja menjalin kemitraan strategis non-eksklusif dalam pengembangan Flying Tower System (FTS) dengan AALTO.
Kerja sama antara Mitratel dan AALTO merupakan potensi yang sangat baik untuk memperluas konektivitas. Hal ini termasuk memperluas cakupan operator seluler (MNO).
Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko, mengungkapkan bahwa kerjasama antara Mitratel dan AALTO ini merupakan upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang merata terhadap telekomunikasi berkualitas tinggi bagi seluruh masyarakat. Pasalnya, akses internet dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Oleh karena itu, kami merintis berbagai inisiatif dan mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan Mitratel untuk memperluas jaringannya secara efektif. Mitratel senantiasa berkomitmen untuk tetap menjadi yang terbaik dan tumbuh berkelanjutan dalam mendukung pemerataan dan kedaulatan digital di Indonesia,” kata pria yang akrab disapa Teddy, dalam acara media gathering, Labuan Bajo, NTT, Senin (5/8/2024).
Baca Juga: Laba Bersih Mitratel Tembus Rp1 Triliun, Bisnis Fiber Tumbuh 104,9%
Namun, Ia menegaskan bila Flying Tower System yang tengah digodok perseroan tersebut tidak akan menggantikan jaringan terestrial yang telah dibangun. Malahan, akan melengkapi ekosistem telekomunikasi yang dimiliki oleh anak usaha Telkom.
“Flying tower tidak 100% menggantikan infrastruktur terestrial. Itu akan tetap ada. Telestrial keandalan masih jauh lebih tinggi, dibandingkan yang non-terestrial,” tegas Teddy.
Sayangnya, Ia belum bisa mengungkapkan berapa nilai investasi yang harus digelontorkan perusahaan untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Investasi masih terlalu dini, yang jelas kita melihat ada opportunity untuk melengkapoi infrastruktur yang ada. Dan ini sesuai dengan contour geogarfis di indonesia yg mayoritas laut,” ucapnya.
Baca Juga: Tambah 1.800 BTS dalam Setahun, Trafik Data Indosat di Jabar Naik 13,8 Persen
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama menyebut jika inovasi Flying Tower System ini direncanakan akan beroperasi secara komersial pada tahun 2026 mendatang.
“Teknologi ini masih dalam bentuk research and development, dan kita targetkan di 2025 sudah bisa selesai dan commercial ready di 2026,” terangnya.
Asal tahu saja, Zephyr merupakan platform muatan agnostik yang dapat berubah menjadi menara multi-fungsi di udara untuk menyediakan layanan konektivitas seluler hingga 5G langsung ke perangkat dengan latensi rendah di lokasi- lokasi yang sulit dijangkau, khususnya di daerah terpencil.
Teknologi tersebut juga mampu terbang selama berbulan-bulan dengan ketinggian mencapai 18-10 kilometer (km), dapat membawa berbagai peralatan atau teknologi sesuai kebutuhan tanpa harus melakukan perubahan besar pada platform itu sendiri.
Inovasi ini dinilai cocok untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tantangan geografis dan ekonomi dalam memperluas akses internet dan ketersediaan jaringan di daerah 3T, yaitu daerah terdepan, terluar dan tertinggal di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Bisnis Mitratel, Agus Winarno menyatakan bahwa jangkauan Flying Tower System tersebut mencapai 200 kilometer atau setara dengan 20 tower.
“Operator tidak akan mau sewa lebih mahal dari terestrial. Makanya, dalam 1 hub coverage itu 200 km, nanti pasti akan ada konversi dengan terestrial,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement