Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU EBET Dianggap Bisa Jadi Momentum Menteri Bahlil Jaga Tarif Listrik yang Terjangkau bagi Rakyat

RUU EBET Dianggap Bisa Jadi Momentum Menteri Bahlil Jaga Tarif Listrik yang Terjangkau bagi Rakyat Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang baru saja dilantik, Bahlil Lahadalia untuk tetap berpihak kepada rakyat dengan tidak mengesahkan skema power wheeling yang menyusup dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET).

“Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar tidak mengimplementasikan power wheeling yang menyusup dalam rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan,” katanya kepada media, Rabu (21/8/2024). 

Kata Marwan, power wheeling berisiko mewariskan tarif listrik yang tidak lagi terjangkau bagi rakyat. Selain itu, negara juga dirugikan karena jaringan transmisi listriknya digunakan juga oleh swasta. “Investasi jaringan listrik itu mahal,” katanya. 

Baca Juga: Power Wheeling Bertentangan dengan UUD 45, Pembahasan RUU EBET Diharap Bisa Transparan

Marwan berpendapat, sistem ketenagalistrikan harus dikuasai sepenuhnya oleh negara dan dinikmati oleh masyarakat. “Negara harus hadir secara kuat dalam mengendalikan sistem ketenagalistrikan. Bukan malah dinikmati oleh segelintir investor. Ini yang tidak bisa kita diamkan,” katanya. 

Untuk itu, Marwan Marwan berpendapat, pada sisa masa Pemerintahan dan DPR RI untuk terus mengawasi jalannya RUU EBET menyusul kembali menguatnya skema power wheeling. 

“Periode pembahasan dalam sidang DPR efektif hanya tinggal 1 bulan, Komisi VII DPR dan masyarakat harus bersatu mengawal jalannya pembahasan RUU EBET yang masih mencantumkan skema power wheeling dalam draft-nya,” katanya. 

Baca Juga: Menyusup di RUU EBET, IRESS Nilai Skema Power Wheeling Tidak Relevan

Pada konsep power wheeling, paparnya, jaringan listrik negara digunakan bersama oleh swasta yang bisa memproduksi dan menjual listrik langsung ke masyarakat. “Nah, ini berisiko menaikkan biaya operasi ketenagalistrikan sehingga berpotensi menaikan tarif listrik untuk menanggungnya," jelas Marwan.

Marwan mengatakan bahwa banyak kepentingan negara dan masyarakat yang harus diutamakan dari pada sekadar mengimplementasikan skema power wheeling. “Skema tersebut harus ditolak karena merupakan bentuk liberalisasi sistem ketenagalistrikan yang berisiko mengerek tarif listrik," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: