Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai bahwa skema power wheeling yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) bakal merugikan negara dan masyarakat.
“Negara dan masyarakat akan menghadapi banyak kerugian dari penerapan power wheeling. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau kembali dengan cermat,” ujarnya kepada media.
Agus menjelaskan bahwa investasi dan operasional yang diperlukan untuk membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBET) sangat besar, sepertu membangun pembangkit backup sehingga berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa mendatang.
Baca Juga: Prabowo Didesak Tuntaskan 'Agenda Oligarki' dalam Penerapan Skema Power Wheeling di RUU EBET
“Jika biaya tersebut tidak ditanggung negara, maka akan dibebankan langsung kepada konsumen melalui kenaikan tarif dasar listrik, yang pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas ekonomi nasional,” tambah Agus.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam melakukan transisi energi melalui skema power wheeling, karena hal ini berisiko mengganggu sistem ketenagalistrikan nasional.
“Kita harus ingat bahwa kelemahan dari EBET terletak pada keamanan energi (energy security), yang sangat bergantung pada kondisi cuaca dan fluktuasi harga,” jelas Agus.
Lebih lanjut, Agus mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali membatalkan praktik power wheeling. “Mahkamah Konstitusi, melalui Putusan MK No. 001-021-22/PUU-I/2003 dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015, telah melarang adanya praktik unbundling seperti dalam skema power wheeling,” tegasnya.
Dengan demikian, Agus menyarankan agar pemerintah dan DPR menunda penerapan power wheeling. “Jika tujuannya adalah mendukung investasi energi terbarukan, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebenarnya sudah cukup memadai,” ujarnya.
Agus juga menambahkan bahwa pendapatan negara bisa berkurang jika produsen listrik swasta diizinkan menjual listrik langsung kepada konsumen. “Pendapatan negara akan menurun karena negara hanya akan menerima pendapatan dari sewa transmisi, yang jumlahnya jauh lebih kecil,” tutupnya.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBET) yang sedang difinalisasi oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR RI, akan diparipurnakan pada September 2024 ini untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke EBET.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement