Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK RI) meminta layanan pinjaman online (pinjol) perusahaan finansial berbasis teknologi alias fintech untuk memberi peringatan kepada konsumen, seperti yang ada di industri rokok.
Untuk diketahui, pemerintah sebelumnya sudah mengatur bahwa industri rokok wajib menampilkan peringatan berbahaya kepada konsumen. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2021 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Maka dari itu, OJK pun meminta kepada penyelenggara LPBBTI untuk memasang peringatan di laman utama website atau aplikasi pinjol.
Baca Juga: Waduh! OJK Catat 37,17% Kredit Macet Pinjol Berasal dari Gen Z dan Milenial
Adapun peringatan tersebut berbunyi "PERINGATAN: "HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI," mengutip keterangan tertulis, Minggu (8/9/2024).
Hal itu sebagai langkah mitigasi seiring dengan besarnya kontribusi Generasi Z dan Milenial terhadap kredit macet industri fintech. Tercatat per Juli 2024, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) fintech sebesar 2,53%, turun dari bulan sebelumnya 3,47%.
Meskipun menurun, namun peminjam dana berusia 19 hingga 34 tahun menyumbang sebesar 37,17% terhadap total TWP90. Hal itu akhirnya menjadi perhatian karena generasi tersebut masih dalam usia produktif dan merupakan calon debitur potensial lembaga keuangan.
Dengan kata lain, kredit macet pada pinjol bakal memengaruhi skor kredit dan akan menyulitkan seseorang untuk meminta pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan lainnya, seperti untuk kebutuhan mobil atau pembelian rumah.
Baca Juga: Ma'ruf Amin, Jokowi, hingga Budie Arie Digugat Soal Pinjol, Ini Hukuman dari MA
Sementara itu, untuk pembiayaan pinjol hingga akhir Juli 2024 nilai outstanding tumbuh 23,97% (yoy) menjadi Rp69,39 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih lambat dari bulan Juni yang tumbuh 26,73% (yoy).
OJK pun mencatat bahwa per Juli 2024, ada 7 dari 147 perusahaan pembiayaan yang masih belum memenuhi persyaratan modal minimum. Kemudian, ada 26 dari 98 P2P lending yang belum memenuhi ekuitas min Rp7,5 miliar yang mulai berlaku 4 Juli 2024 sebagaimana diatur dalam POJK 10 tahun 2022.
"OJK terus lakukan langkah untuk mendorong ekuitas min tersebut, baik berupa injeksi modal, atau kembalian izin usaha," jelas OJK.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement