Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KSPSI dan 12 Serikat Buruh Ajukan Uji Materi UU Tapera ke MK

KSPSI dan 12 Serikat Buruh Ajukan Uji Materi UU Tapera ke MK Lelah Jadi Objek Pungutan, 12 Serikat Pekerja Ajukan Uji Konstitusi UU Tapera | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebanyak 12 serikat buruh dan serikat pekerja, yang berada di bawah koordinasi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan oleh pimpinan dari ke-12 serikat buruh tersebut, dengan Ketua KSPSI, Moh. Jumhur Hidayat, sebagai perwakilan, serta didampingi oleh Prof. Denny Indraya dari Integrity Law Firm di Jakarta, pada Rabu (18/9) siang.

Para pemimpin serikat buruh menyampaikan bahwa pengajuan uji konstitusional ini merupakan respons atas kelelahan mereka terhadap berbagai pungutan yang harus dibayar oleh buruh. Beban tersebut dianggap terlalu berat, terutama bagi pekerja yang berpenghasilan di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Baca Juga: Serbundo: Masih Banyak Buruh Perkebunan Kelapa Sawit Tak Dapat BPJS

"Kami sudah menghadapi banyak pungutan, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan BPJS, dan sekarang ditambah lagi dengan Tapera," ungkap Ketua Umum SBSI 1992, Sunarti, dilansir Kamis (19/09/2024).

Ketua KSPSI, Moh. Jumhur Hidayat, juga mengkritik kebijakan pemerintah yang memberikan sumber daya negara kepada pihak-pihak tertentu, namun pada saat yang sama membebankan pungutan kepada rakyat, terutama buruh. Menurutnya, pemerintah seharusnya bertanggung jawab menyediakan perumahan bagi rakyat, bukan sebaliknya membebankan rakyat untuk menabung demi rumah mereka sendiri.

"Mudah-mudahan Prof. Denny berhasil memenangkan uji konstitusi ini," kata Jumhur dengan penuh harapan.

Sebelumnya, Prof. Denny Indraya mengungkapkan bahwa alasan utama pengajuan uji konstitusi adalah adanya kewajiban yang dianggap memberatkan, khususnya bagi pekerja dan buruh yang telah dikenai banyak potongan dari gaji mereka.

Menurut Denny, kewajiban untuk membayar iuran Tapera dinilai tidak adil karena bertentangan dengan prinsip bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan perumahan bagi rakyatnya, bukan memungut biaya dari rakyat untuk keperluan tersebut.

"Kami meminta Mahkamah Konstitusi mengkaji ulang konstitusionalitas Pasal 7 dalam UU Tapera, terutama frasa 'wajib' yang menjadi fokus gugatan ini," jelas Denny.

Saat ini, proses pendaftaran gugatan ke Mahkamah Konstitusi sedang berlangsung. Denny juga menyampaikan keprihatinannya terkait cara pemerintah menangani urusan publik. Ia menilai bahwa pemerintah memberikan banyak keringanan dan insentif kepada para pengusaha besar, sementara rakyat kecil, termasuk buruh, harus menanggung banyak kewajiban yang membebani.

"Di satu sisi, rakyat dan buruh banyak diberikan beban kewajiban, sementara para oligarki sering kali mendapatkan kelonggaran, terutama dalam hal pembayaran pajak," tambah Denny.

Baca Juga: Bahlil Sebut Turunnya Produktivitas Jadi Penyebab PHK: Buruh Harus Mengerti

Adapun 12 serikat buruh/pekerja yang terlibat dalam pengajuan uji konstitusi ini di antaranya KSPSI, GSBI, SBSI 1992, FKSPN, FSPPEK, APEK, PPMI, FSPPP, dan KBMI.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: