Universitas Trisakti melalui CECT Sustainability menyelenggarakan seminar bertajuk "EUDR: Navigating Multi-Commodity Challenges & Fostering Sustainable Business Practices" pada hari Rabu (18/9/2024). Acara yang diadakan di Gedung Rektorat Lantai 12 Universitas Trisakti ini mengangkat isu hangat mengenai implementasi European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) dan tantangan yang dihadapi oleh berbagai sektor di Indonesia, khususnya dalam komoditas seperti minyak sawit, kayu, karet, kopi, dan kakao.
Seminar ini menghadirkan lebih dari 100 peserta yang terdiri dari perwakilan perusahaan, pejabat pemerintah, manajer CSR, akademisi, dan praktisi keberlanjutan. Mereka berdiskusi mengenai kesiapan sektor bisnis Indonesia dalam menghadapi regulasi EUDR yang akan mulai diberlakukan pada Januari 2025 untuk perusahaan besar dan pertengahan 2025 untuk petani skala kecil.
Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Rektor Universitas Trisakti, menyampaikan bahwa acara ini merupakan inisiatif Universitas Trisakti sebagai bagian dari upaya untuk mendorong dialog dan inovasi terkait isu-isu keberlanjutan, baik di tingkat nasional maupun global.
Baca Juga: Dorong Potensi Komoditas Ekspor Hasil Hutan, PPI Lepas Ekspor Getah Damar ke India
"Universitas Trisakti juga berkomitmen untuk menjadi One Stop Learning for Sustainable Development yang berarti Universitas Trisakti menyediakan ruang untuk belajar, berdiskusi, dan berkolaborasi demi mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan," ujarnya saat memberikan sambutan.
Dr. Musdhalifah Machmud, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, menyampaikan pandangannya tentang peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan EUDR.
"Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia. Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR," jelas Dr. Musdhalifah.
Dr. M. Windrawan Inantha, Deputi Direktur Market Transformation dari RSPO, menyoroti pentingnya penelusuran rantai pasok (traceability) dalam industri sawit. Ia menyampaikan bahwa RSPO telah mengembangkan inisiatif yang memperkuat keterlacakan produk kelapa sawit, yang sejalan dengan kebijakan EUDR. "Keterlacakan yang kuat akan meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar Eropa," kata Dr. Windrawan.
Dari sisi perusahaan, Ir. Pujuh Kurniawan M.M, Kepala Bidang Keberlanjutan PT Wilmar International, memaparkan kesiapan perusahaan dalam menghadapi EUDR. Ia menyebutkan bahwa PT Wilmar telah mengimplementasikan praktik keberlanjutan di perkebunannya, dan regulasi EUDR akan mendorong industri sawit untuk lebih transparan dalam rantai pasok.
Baca Juga: EUDR Wajibkan Operator dan Pedagang Jamin Produk Legal dan Bebas Deforestasi
Sementara itu, Amalia Zuhra SH. LLM. Ph.D., ahli hukum lingkungan dari Universitas Trisakti, membahas bagaimana hukum dan regulasi di Indonesia dapat selaras dengan ketentuan EUDR. Penyelarasan ini penting untuk memastikan pelaku industri (kayu, sawit dan komoditas lainnya) di Indonesia dapat mematuhi regulasi nasional dan internasional tanpa konflik, mengurangi biaya kepatuhan, dan mempermudah proses sertifikasi.
Dalam diskusi, berbagai tantangan dalam penerapan EUDR di Indonesia juga dibahas, di antaranya Keterlacakan dan Transparansi Rantai Pasok; Perubahan Kebijakan dan Adaptasi Industri; Regulasi yang Tumpang Tindih; dan Kolaborasi dan Inovasi Untuk Masa Depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement