Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Warga Ketapang Minta Prabowo Tindak Korporasi yang Diduga Serobot Lahan dan Kemplang Pajak

Warga Ketapang Minta Prabowo Tindak Korporasi yang Diduga Serobot Lahan dan Kemplang Pajak Lahan perkebunan. | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Warga tiga desa di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mengaku senang dengan komitmen Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang akan bertindak tegas terhadap perusahaan perkebunan nakal yang merambah hutan negara, bahkan menyerobot tanah rakyat serta menggelapkan pajak. 

Hal itu dikatakan oleh M. Sandi, Ketua Koperasi Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, dalam keterangan persnya, Rabu (9/10/2024). 

Sandi menjelaskan, perusahaan perkebunan di Kecamatan Sandai, yakni Mukti Group diduga telah menyerobot tanah rakyat seluas 70 hektar, juga merambah hutan HPK, sekaligus melakukan penggelapan pajak. Rakyat dan negara telah dirugikan, di samping kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh praktik kotor perusahaan perkebunan tersebut. Oleh karenanya, warga tiga desa di sekitar areal perkebunan meminta agar izin operasional Mukti Group dicabut. 

Menanggapi praktik penyimpangan perusahaan perkebunan, Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Bellicia Angelica mengatakan, potensi penerimaan negara rata-rata hilang sebesar Rp22,83 triliun per tahun akibat dugaan penghindaran pajak oleh korporasi perkebunan.

Bellicia menguraikan, setidaknya ada tiga permasalahan industri perkebunan yang masih terjadi hingga kini yakni, persoalan korupsi, penghindaran pembayaran pajak, serta manipulasi data perdagangan. 

"Perlu adanya transparansi tata kelola persawitan, penguatan sawit rakyat, perlindungan hutan alam yang tersisa, merangsang hadirnya kebijakan persawitan yang kredibel, memantau implementasi kebijakan serta komitmen korporasi hingga perlunya merangsang investasi dan pasar sawit yang sehat, kalau mau perkebunan sawit memberi dampak signifikan, baik bagi pendapatan daerah dan nasional maupun masyarakat sekitar," ujarnya, di Jakarta, Selasa (9/10/2024). 

Dikatakannya, persoalan korupsi di industri sawit lantaran belum memiliki desain tata kelola yang terintegrasi antara kementerian/lembaga terkait dengan pemerintah provinsi dan daerah setempat, sehingga mudah untuk terjadi indikasi praktik korupsi. 

"Demikian juga adanya regulatory state capture atau pemberian izin kepada korporasi melalui intervensi kebijakan pemerintah di tingkat pusat dan daerah untuk mempermudah perizinan juga masih menjadi permasalahan di industri kelapa sawit. Juga adanya patron politik dan PEPs atau orang yang terpapar secara politik yang menduduki jabatan komisaris maupun direksi di korporasi sawit. Orang tersebut dapat memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik keluar-masuk pintu sehingga memunculkan praktik-praktik korupsi di industri kelapa sawit," urainya.

Sebelumnya, Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah bertekad akan mengejar para pembangkang pajak yang telah membuat kerugian besar bagi negara. Kabarnya, ada sekitar 300 pengusaha yang belum memenuhi kewajiban pajak, dengan total tunggakan mencapai Rp 300 triliun.

"Saya sudah mengantongi daftar pengusaha-pengusaha yang belum membayar pajak dan sebagian besar berasal dari sektor perkebunan sawit," kata Prabowo. 

Baca Juga: Banyak HGU Bermasalah, DPR Desak Pemerintah Usut Konflik Tanah di Ketapang

Hindari konflik

Di sisi lain, Anggota Komisi II DPR RI periode 2019-2024, Dr (HC) Cornelis dengan tegas meminta Kementerian ATR/BPN turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut. 

"Masih banyak HGU yang didalamnya ada perkampungan, ada kebun dan tanah masyarakat yang belum clear," seru politisi PDI-Perjuangan ini.

Gubernur Kalimantan Barat periode 2008–2018 ini menegaskan, proses penyelesaian masalah pertanahan sangat penting untuk menghindari konflik antara masyarakat dan perusahaan dan memastikan hak-hak mereka dihormati. "Jangan sampai, masyarakat yang malah berhadapan dengan perusahaan. Akibatnya, terjadi kriminalisasi karena warga yang malah ditangkap dan dipenjara. Padahal, yang mereka perjuangkan adalah tanah mereka sendiri yang mungkin sudah dikelola turun temurun," tukasnya.

Dia menyarankan, Kementerian ATR/BPN dapat bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat yang masih tinggal di hutan produksi supaya bisa dilepaskan.

Warga di tiga desa yang selama ini merasa hak-hak telah dirampas oleh dua korporasi tersebut juga mendesak Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengusut persoalan yang telah menahun tersebut. 

"Kami siap berhadapan dengan siapapun untuk mempertahankan tanah milik kami yang selama ini telah dicaplok oleh perusahaan. Jika pemerintah tidak bertindak tegas, kami siap mengusir kedua perusahaan ini dari desa kami,” tegas warga, seperti disampaikan oleh Sandi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: