Menanti Langkah Pemerintah Hadapi Pengusaha Enggan Bayar Pajak, Benarkah Sampai Rp300 T?
Presiden Prabowo Subianto dinilai harus memiliki langkah tegas dan berani dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari para pengusaha nakal. Pasalnya, apabila hal tersebut ditanggapi secara serius maka Prabowo akan mempunyai tambahan penerimaan untuk membiayai program-programnya.
Bahkan, belum lama ini adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa ada sekitar 300 pengusaha nakal yang enggan membayarkan pajaknya ke negara dengan nilai mencapai Rp300 triliun. Bahkan, dikabarkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah bersiap menindak para pengusaha tersebut.
Baca Juga: Kementan Yakin Stok Kelapa Sawit Cukup untuk Wujudkan Ambisi Swasembada Energi Prabowo
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menjelaskan bahwa penerimaan sebesar Rp300 triliun berdasarkan statemen Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tersebut merupakan hasil akumulasi hitungan denda perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan serta seluruh pembayaran denda.
Hal tersebut, ujar Fajry, juga terkait dengan Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) terkait perkebunan sawit yang sudah terlanjur beroperasi di kawasan hutan dengan catatan membayar denda administratif.
"Benar atau tidaknya punya potensi sampai Rp300 triliun? Saya perlu mempelajari laporan BPKP tersebut, tapi sayangnya tidak tersedia untuk umum," kata Fajry dalam keterangannya di media, dikutip Senin (29/10/2024).
Laporan BPKP tersebut menurutnya menjadi temuan yang menarik. Apabila selama ini para pengusaha tersebut tidak mengantongi izin, maka tidak ada data dari pihak ketiga yang bisa digali oleh Otoritas Pajak.
Baca Juga: Visi Prabowo Wujudkan Swasembada Pangan: Semua Dimulai dari Desa
Oleh sebab itu, menurut Fajry Otoritas Pajak tidak bisa maju sendirian dalam memajaki sektor tak berizin seperti sawit illegal, tambang illegal, hingga illegal logging atau sejenisnya. Dia meminta aparat penegak hukum yang seharusnya membenahi hal tersebut lebih dulu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement