Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menilik Kompleksitas EUDR, VOC Gaya Baru Uni Eropa?

Menilik Kompleksitas EUDR, VOC Gaya Baru Uni Eropa? Foto bendera Uni Eropa dan sejumlah negara eropa lainnya. | Kredit Foto: Flickr/European Parliament
Warta Ekonomi, Jakarta -

European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa merupakan isu kompleks yang menjadi tantangan bagi industri sawit Indonesia. Apabila tidak diselesaikan secara bijaksana, maka EUDR ini berpotensi merusak tatanan perdagangan global, bahkan bisa menimbulkan konflik, tak hanya di Indonesia, melainkan perdagangan global.

Pasalnya, kebijakan EUDR ini adalah pemberlakuan regulasi sepihak antara Uni Eropa dengan negara-negara lain. Bahkan, cara Uni Eropa dalam mencampuri perdagangan global dengan regulasi ini dinilai sebagai Brussel Effect yang bertentangan dengan consensus internasional.

Baca Juga: BRIN Sebut Indonesia Ogah Didikte Uni Eropa Lewat EUDR

Dalam risetnya, Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), menilai jika kebijakan UEDR harusnya terlebih dahulu dinotifikasi dalam World Trade Organization (WTO). Dan apabila telah disepakati oleh negara-negara anggota, baru diberlakukan secara internasional.

“Cara Uni Eropa bisa disebut sebagai bentuk neo-imperialisme dan seharusnya dihindari oleh Uni Eropa yang memiliki sejarah imperialis-kolonialisme di masa lalu,” ungkap PASPI, dikutip Senin (25/11/2024).

Apabila cara-cara Uni Eropa seperti itu terus dibiarkan oleh komunitas interasional, sambungnya, maka hal tersebut secara otomatis menghilangkan kredibilitas lembaga multinasional seperti WTO serta menciptakan ketidakpastian perdagangan global itu sendiri.

Selain itu, PASPI menjabarkan bahwa kebijakan EUDR juga berpotensi untuk melanggar ketentuan WTO/GATT. Pasalnya, EUDR hanya diberlakukan pada minyak sawit dan minyak kedelai dalam konteks pasar minyak nabati dunia saja. Dus, ketentuan ini juga tidak berlaku untuk minyak rapeseed, minyak bunga matahari, maupun 10 minyak nabati lainnya baik yang dihasilkan oleh Uni Eropa maupun negara-negara lainnya.

“Padahal dalam konsumsi antar minyak nabati tersebut saling berkaitan dan substitusi satu sama lain sehingga semua minyak nabati adalah ‘like product’,” tutur PASPI.

Baca Juga: Ditekan dari Berbagai Arah, Penggiat Industri Mesti Berkolaborasi untuk Masa Depan Sawit

Alhasil, pemberlakuan EUDR yang diskriminatif ini berpotensi bertentangan dengan prinsip GATT/TBT serta menghambat perdagangan global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: