Adapun subjek hukum tersebut terdiri dari 2.172 perusahaan kelapa sawit dan 1.063 koperasi/poktan sawit rakyat. Akibat dari konflik status kepemilikan lahan antara kebun sawit dan kawasan hutan tersebut yakni adanya ketidakpastian hukum bagi petani dan perusahaan itu sendiri.
Di sisi lain, penyelesaian tumpang tindih lahan masih banyak yang belum rampung hingga saat ini melalui mekanisma Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
Baca Juga: Mengelus Batik Sawit di Kampus NUSRI Suzhou
Temuan tersebut juga berupa ketidakjelasan prosedur dan kepastian hukum dalam persaingan usaha pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kebun serta PKS tanpa kebun, kebijakan biodiesel serta pengaturan tariff ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME).
Sementara itu, masalah perizinan PKS pun disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar-kementerian dalam menentukan kewenangan dan standar perizinan PKS. Akibatnya, hal tersebut berujung pada tumpang tindih aturan.
Lebih lanjut, tata kelola industri kelapa sawit saat ini dinilai tidak cukup baik serta berpotensi menimbulkan kerugian ekonomis dengan total sawit sekitar Rp279,1 triliun per tahunnya.
Potensi kerugian tersebut dirinci meliputi aspek lahan Rp74,1 triliun per tahun, sementara aspek peremajaan sawit terkendala dengan surat tanda daftar budidaya (STDB) dan peremajaan sawit rakyat (PSR) sebanyak Rp111,6 triliun per tahunnya.
Lebih lanjut, aspek kualitas bibit yang tidak sesuai Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) Rp 81,9 triliun per tahun serta aspek kehilangan yield akibat grading tidak sesuai standar kematangan tandan buah segar (TBS) Rp 11,5 triliun per tahun.
Baca Juga: Petani Sawit Jadi Kunci Sukses Program Biodiesel
Ombudsman pun mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membentuk badan nasional urusan kelapa sawit yang berada langsung di bawah presiden, serta berbentuk badan layanan umum (BLU). Tujuannya agar mewujudkan tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement