Chief Executive Officer (CEO) Intel, Patrick Paul Gelsinger dipaksa lepas jabatannya setelah dinilai gagal mengembalikan perusahaan ke masa kejayaan. Efektif pada 1 Desember, pria yang akrab disapa Pat itu menyerahkan kendali kepada dua wakil CEO, Michelle Johnstone Holthaus dan David Zinsner, sementara Intel mencari pemimpin baru untuk menghadapi tantangan besar di industri chip.
Ketua Dewan Independen Intel, Frank Yeary, menyampaikan, “Dengan kepemimpinan Dave dan MJ, kami akan terus bertindak segera pada prioritas kami, menyederhanakan portofolio produk, memajukan manufaktur, serta mengoptimalkan biaya operasional dan modal. Kami bekerja untuk menciptakan Intel yang lebih ramping, sederhana, dan gesit."
Baca Juga: Terhimpit Utang Rp48 Triliun, Produsen Sepeda Motor KTM Terancam Bangkrut
Pat bergabung dengan Intel pada Februari 2021 di tengah persaingan yang semakin ketat. Sebelumnya, ia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci di perusahaan, bahkan disebut menghabiskan tahun-tahun formatifnya di sana.
“Pat membantu meluncurkan dan merevitalisasi manufaktur proses dengan investasi besar di semikonduktor canggih, meski harus menghadapi tantangan berat,” ujar Yeary.
Namun, kepemimpinannya selama hampir tiga tahun tidak berhasil mengangkat Intel dari keterpurukan. Saham perusahaan anjlok hingga 61 persen di bawah kepemimpinannya, sementara para pesaing seperti NVIDIA melaju pesat berkat booming teknologi AI.
Menurut laporan Reuters, keputusan pengunduran diri ini datang setelah rapat dewan direksi pekan lalu. Dewan menganggap strategi ambisius Gelsinger yang melibatkan investasi besar, tidak membuahkan hasil cepat. Salah satu sumber menyebut bahwa dewan memberinya dua pilihan, yakni pensiun atau diberhentikan dan Pat akhirnya memilih mundur.
“Perusahaan ini adalah bagian terbesar dalam perjalanan karier saya. Saya bangga dengan apa yang telah kami capai bersama, meski kami harus membuat keputusan sulit untuk menghadapi dinamika pasar,” ungkap Pat.
Di masa lalu, Intel menguasai pasar chip komputer dunia. Namun, dalam dua dekade terakhir, gelombang teknologi mobile dan AI membuat perusahaan ini tertinggal jauh. Ketika Pat mulai menjabat, Intel menghadapi persaingan sengit. Namun, setahun setelahnya, OpenAI meluncurkan ChatGPT yang memperkuat dominasi teknologi AI dan membuat Intel semakin kesulitan mengejar ketertinggalan.
Baca Juga: Dua Komisaris Kompak Mundur dari Lippo General Insurance (LPGI), Ada Apa?
Langkah-langkah keras sempat ditempuh, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 15 persen dari total staf pada Agustus, sebagai bagian dari rencana penghematan biaya sebesar USD10 miliar.
Sayangnya, Intel kini seolah berada di persimpangan jalan dengan masa depan yang penuh tantangan. Meski upaya restrukturisasi sedang berjalan, langkah selanjutnya akan sangat menentukan apakah perusahaan ini mampu bangkit kembali atau justru semakin tertinggal di tengah era teknologi yang terus berkembang pesat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement