Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ancaman 'Silent Killer' di Kebun Sawit

Ancaman 'Silent Killer' di Kebun Sawit Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Target Indonesia untuk meningkatkan produksi minyak sawit menjadi 100 juta ton pada tahun 2050 dibayang-bayangi oleh “silent killer” atau pembuhnuh senyap yang sedang mengancam kebun sawit tanpa pandang bulu. Alhasil, jika ancaman tersebut tidak diatasi secara komprehensif maka potensi Indonesia tersebut akan terbuang secara sia-sia.

Si pembunuh senyap dalam kebun sawit itu yakni ganoderma. Para ahli penyakit tanaman sama-sama sepakat bahwa ganoderma menjadi ancaman nyata kebun sawit dunia, termasuk untuk kebun sawit Indonesia.

Pada fase awal serangannya, ganoderma yang berwujud tak kasat mata ini bakal menurunkan produktivitas dari Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang perlahan mematikan pokok tanaman sawit secara signifikan ketika sudah memasuki fase serangan yang parah dan akut.

Baca Juga: Tutur Inspiratif Perjalanan Siti Marfuah Memberdayakan Petani Kelapa Sawit

Tak main-main, serangan senyap tersebut akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar apabila produktivitas menurun dan pokok tanaman kelapa sawit produktif tiba-tiba mati. Kerugian ekonomi tersebut berdasarkan catatan dari Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Minggu (8/12/2024), akan mengancam industri sawit secara nasional dan mengguncang perekonomian Indonesia itu sendiri. pasalnya, industri hilir sawit domestik berperan cukup signifikan dalam devisa impor dan perekonomian Indonesia.

Ganoderma Timbulkan Kerugian Ekonomi

Dalam perkebunan sawit, salah satu aset yang berharga tentunya pohon kelapa sawit itu sendiri. Pasalnya, pohon sawit adalah mesin biologis yang menghasilkan kue ekonomi untuk dibagi-bagi menjadi bagian kecil ke berbagai pihak. 

Misalnya produksi TBS yang kemudian menghasilkan minyak sawit baik CPO maupun CPKO, biomassa, bioenergy, hingga jasa lingkungan dari sawit itu sendiri. Untuk diketahui, sawit berjasa dalam lingkungan sebagai penyerapan CO2 sekaligus produksi oksigen aatu carbon sink and biosequeration.

Pohon kelapa sawit secara ekonomi merupakan investasi jangka panjang dengan jangka hidup selama 25 – 30 tahun. Sehingga, apabila performa pohon kelapa sawit tergolong berada di bawah optimal bahkan pohonnya mati, maka tak langsung hal tersebut akan menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.

Dalam tulisannya, bertajuk “The Impact of Farmers’ Production and Income Due to Ganoderma Boninense Disease on Palm Oil Plants in Bilah Hulu District, Labuhan Batu District – North Sumatra Province” yang terbit di JoTEC (Journal of Tropical Estate Crops), Harefa Taslim, Yusniar Lubis, dan Saefuddin Lubis menyebut bahwa serangan ganoderma pada kebun sawit dunia menyerang tanaman sawit di tiap generasi dan fase umur tanaman sawit mulai dari pembibitan, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Muda, Remaja, Dewasa, hingga Tua dengan intensitas mulai dari ringan, sedang, berat, dan mati/tumbang. 

Sementara itu, Russell M Paterson dalam tulisannya yang berjudul "Depletion of Indonesian Oil Palm Plantations Implied from Modeling Oil Palm Mortality and Ganoderma Boninense Rot Under Future Climate" menjelaskan bahwa ganoderma di Indonesia menyerang seluruh sendi sentra kebun sawit itu sendiri. baik perkebunan sawit swasta, rakyat, swadaya, hingga BUMN atau PTPN.

“Semua pulau sentra sawit di Indonesia (dan negara produsen lain) telah terinfeksi ganoderma dengan persentase dan intensitas serangan yang makin kuat ke depan. Pulau Sumatera sebagai sentra utama sawit nasional telah terserang ganoderma dengan intensitas yang berbeda mencapai sekitar 39 persen,” tulis Paterson, dikutip Minggu (8/12/2024). 

Apabila tidak ada upaya fundamental dalam mengatasi serangan ganoderma pada perkebunan sawit nasional, Paterson menekankan bahwa nantinya populasi tanaman kelapa sawit yang terinfeksi akan makin cepat meluas.

Serangan ganoderma yang mengakibatkan penurunan produksi dan populasi tanaman kelapa sawit ini nantinya bisa menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan baik berupa penurunan pendapatan dan ekonomi dari kebun sawit rakyat hingga korporasi.

“Kerugian ekonomi berupa potensial kehilangan devisa tersebut tanpa disadari juga berarti opportunity loss yang dialami petani sawit, korporasi sawit maupun industri hilir sawit domestik,” tutur Tungkot Sipayung. 

Apabila infeksi ganoderma makin intensif dan meluas, sambungnya, maka kerugian ekonomi dan opportunity loss berupa kehilangan devisa ekspor sawit, akan berimbas pada industri tersebut secara nasional. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah strategis untuk pengendalian ganoderma pada perkebunan sawit nasional.

Pengendalian Ganoderma Tak Bisa Parsial

Untuk mengendalikan ganoderma yang menyerang sendi perkebunan sawit nasional secara keseluruhan, tidak bisa dilakukan secara kasus per kasus atau parsial. Sehingga, diperlukan kebijakan dan gerakan nasional.

Akan tetapi, hingga saat ini para ahli ganoderma menyatakan belum menemukan pestisida yang terbukti efektif untuk menangkal maupun memberantas si pembunuh senyap tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan metodologi bahkan protokol nasional untuk mencegah serta memperlambat laju infeksi penyakit yang jadi ancaman sektor strategis nasional tersebut.

Baca Juga: Indonesia Dinilai Perlu Naikkan Pasar Domestik Produk Hilir Sawit

Menurut Tungkot Sipayung, pemerintah perlu membentuk protokol biosecurity untuk memperlambat laju infeksi ganoderma. Hal tersebut bisa melibatkan beberapa pihak misalnya Balai Penyakit Tanaman Perkebunan Badan Karantina, maupun lembaga penelitian terkait.

“Kolaborasi ahli-ahli ganoderma dengan ahli-ahli lintas multidisiplin ilmu perlu dilakukan untuk merumuskan metodologi yang dapat mencegah atau memperlambat penularan dan infeksi ganoderma,” tutur dia. 

Selain itu, dalam jangka panjang, dirinya berharap ada inovasi yang menghasilkan benih tanaman sawit yang toleran terhadap ganoderma. Serta, inovasi lingkungan biofisik tanah yang tercemar ganoderma, hingga mencari musuh biologis ganoderma itu sendiri. Dirinya mengaku optimis jika Indonesia bisa mengatasi ganoderma melihat pengalaman-pengalaman negeri ini dalam mengatasi berbagai penyakit yang serangannya lintas daerah (nasional). 

“Keberhasilan Indonesia mengatasi Covid-19, pemberantasan penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak, penanganan penyakit tanaman dengan metodologi Integrated Pest Management dan lainnya, telah diakui dunia. Hal ini memberikan keyakinan kuat bahwa Indonesia juga akan mampu mengendalikan serangan ganoderma pada tanaman kelapa sawit,” jelas Tungkot.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Fajar Sulaiman

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: