Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis mendukung program 3 juta rumah presiden Prabowo Subianto dengan meningkatkan akses pembiayaan properti oleh bank di tengah kondisi likuiditas terbatas.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa upaya tersebut disertai dengan kebijakan yang adaptif dan pengawasan yang hati-hati.
Baca Juga: BBTN Batal Akuisisi Bank Muamalat, OJK Sebut Belum Ada Investor Baru
“OJK berupaya menjaga keseimbangan antara peningkatan akses pembiayaan properti dalam rangka program pemerintah 3 juta rumah dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,” kata Dian dalam keterangn tertulis, dikutip Jumat, (27/12/2024).
Dian mengatakan, terdapat pengaturan khusus untuk kredit beragun rumah tinggal dalam SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit dengan menggunakan pendekatan standar bagi bank umum (SEOJK ATMR Kredit), yang akan berdampak dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank.
“Dalam ketentuan tersebut diatur bobot risiko yang granular, dimana semakin kecil LTV (Loan to Value), maka bobot ATMR Kredit akan lebih kecil, sehingga lebih menggambarkan risiko kredit yang dihadapi bank untuk masing-masing debitur,” tuturnya.
Ia mengatakan sesuai POJK kualitas aset, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp 5M dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar), yang dapat dimanfaatkan bank untuk kredit perumahan.
“Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih praktis dibandingkan kondisi umum dimana bank menilai dengan 3 pilar (prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar),” imbuhnya.
Selain itu, pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dapat diberikan untuk penyediaan perumahan yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang termasuk dalam kategori program pemerintah. Pengecualian ini berlaku apabila pembiayaan perumahan tersebut dijamin oleh lembaga penjaminan atau asuransi yang dimiliki oleh BUMN atau BUMD.
“Ketentuan mengenai pengecualian ini diatur dalam POJK No.32/POJK.03/2018 yang kemudian diubah dengan POJK No.38/POJK.03/2019,” urainya.
Selanjutnya, dalam POJK No. 27 tahun 2022 tentang KPMM untuk Pencabutan POJK Kredit Tanah per 1 Januari 2023. Larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah pada POJK Kredit Tanah tidak sejalan dengan arah kebijakan principle-based yang tidak membatasi kegiatan bank.
Baca Juga: BBTN Batal Akuisisi Bank Muamalat, OJK Sebut Belum Ada Investor Baru
“Dengan dicabutnya POJK dimaksud, maka bank dapat memberikan kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah sepanjang menerapkan manajemen risiko disertai permodalan yang memadai termasuk menghindari tujuan spekulasi,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement