Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengangkat isu ketimpangan vonis dalam penegakan hukum di Tanah Air, terutama terkait kasus korupsi besar. Pernyataan ini disampaikan pada sebuah acara baru-baru ini, dengan merujuk pada vonis terdakwa Harvey Moeis yang hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara meskipun terbukti merugikan negara hingga Rp300 triliun dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
Presiden Prabowo menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan yang diharapkan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia mengajak semua pihak, termasuk aparat penegak hukum seperti hakim dan jaksa, untuk memberikan vonis yang lebih tegas kepada pelaku kejahatan besar, terutama yang berdampak pada kehidupan rakyat Indonesia.
“Kalau sudah jelas-jelas melanggar hukum dan menyebabkan kerugian triliunan rupiah, vonisnya jangan terlalu ringan. Rakyat kita, bahkan yang di pinggir jalan, tahu bahwa merampok uang negara hingga ratusan triliun tidak seharusnya hanya dihukum beberapa tahun saja,” ujar Prabowo.
Prabowo juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kejaksaan Agung untuk serius menangani kasus-kasus besar seperti ini. Ia menyarankan agar vonis yang dijatuhkan setimpal dengan besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh para pelaku. “Kalau perlu, hukumannya 50 tahun penjara. Itu baru adil,” tambahnya.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya konsistensi dan transparansi dalam menegakkan hukum, agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dapat terus terjaga. Prabowo juga mengkritisi kondisi yang sering dianggap istimewa di dalam penjara bagi koruptor kelas kakap, seperti fasilitas mewah yang tidak sesuai dengan status narapidana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement