- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Melalui Joint Task Force, Indonesia dan Malaysia Komitmen Berjibaku dengan Uni Eropa
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian RI Airlangga Hartanto mengungkapkan bahwa Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melanjutkan ad hoc dari joint task force tentang Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa alias EUDR.
Hal tersebut diutarakan dalam acara 12th Ministerial Meeting of Council of Palm Producing Countries (CPOPC).
Baik Indonesia maupun Malaysia, sambung Airlangga, sama-sama sepakat melalui organisasi Dewan Kerja Sama Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk terus melawan kampanye hitam negara-negara Eropa terhadap komoditas sawit Indonesia dan Malaysia.
Untuk diketahui, Uni Eropa menentang produk sawit melalui EUDR yang kini penerbitannya ditunda lantaran memberi ruang penyesuaian kepada perusahaan produsen sawit untuk melakukan penyesuaian standarisasi.
Penundaan tersebut dianggap sebagai momentum bagi Indonesia dan Malaysia untuk terus melawan kampanye hitam. Hal ini diimplementasikan dalam pembentukan Gugus Tugas Ad Hoc atau Ad Hoc Joint Task Force EUDR sesuai dengan keputusan penundaan parlemen Eropa hingga setahun ke depan.
"Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melanjutkan ad hoc dari joint task force tentang EUDR, di mana EUDR, Parlemen Eropa telah memperpanjang satu tahun," kata Airlangga seusai menghadiri 12th Ministerial Meeting of Council of Palm Oil Producing Countries, Jumat (29/11/2024).
Baca Juga: Sekjen CPOPC: EUDR Jadi Tantangan Industri Sawit Dunia
Ad Hoc Joint Task Force on EUDR sendiri merupakan platform yang berfungsi untuk mekanisme konsulatif dalam mendukung koordinasi serta mendorong pemahaman bersama negara-negara penghasil sawit dan Uni Eropa terkait dengan EUDR.
Akan tetapi, Airlangga menjelaskan bahwa Uni Eropa sendiri saat ini dilanda kegamangan dalam menentukan instrument standarisasi keberlanjutan produk sawit terkait dengan regulasi EUDR. Pasalnya, Uni Eropa sendiri juga menolak regulasi seperti MSPO, RSPO dan ISPO. Maka dari itu, CPOPC melalui joint task force tersebut bakal mendesak Uni Eropa agar bersedia mengakui satu standar keberlanjutan sawit sesuai dengan standarisasi negara penghasil sawit agar bisa diterima oleh dunia.
"Saat ini, EUDR tidak mengakui RSPO. Jadi setidaknya mereka harus mengakui satu standar," jelas Airlangga.
Masalah berikutnya yang timbul dari Uni Eropa adalah mereka mengusik data privasi berupa data lokasi produsen sawit ke Indonesia dan Malaysia. Airlangga menegaskan bahwa mereka tidak bisa membagikan data tersebut lantaran sifatnya yang privasi. Airlangga menilai jika niat Uni Eropa untuk mengakses lokasi produsen sawit tersebut tak lain adalah guna mengetahui lahan deforestasi serta degradasi hutan lantaran penanaman perkebunan sawit sehingga masalahnya bakal diada-adakan oleh pihak Uni Eropa.
Baca Juga: CPOPC Ministerial Meeting ke-12 Perkuat Kerja Sama dan Promosi Keberlanjutan Industri Sawit
"Kami tidak akan memberikan data lokasi itu atau share loc. Tapi kalau mereka mau mendapatkan akses datanya bisa saja mereka mengaksesnya melalui platform yang telah disediakan para perusahaan," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Johari Abdul Ghani selaku Menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia menegaskan komitmennya bersama dengan Indonesia untuk giat melakukan kampanye sawit berkelanjutan guna mematuhi standar sawit berkelanjutan seperti yang ditetapkan dalam EUDR.
"Dan sebagian besar pemain besar kami sudah siap untuk mematuhi EUDR, terutama perusahaan besar. Dan saya yakin perusahaan Indonesia juga memiliki pemain besar yang berkomitmen. Saya rasa tidak ada masalah dalam mematuhi EUDR," ucap Johari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement