Indonesia diperkirakan akan menghadapi tantangan ekonomi pada paruh pertama tahun 2025, seiring dampak kebijakan ekonomi global yang dipengaruhi oleh periode kedua Trump atau Trump 2.0.
Senior Investment Strategist Bank DBS, Joanne Goh mengatakan bahwa kondisi ini sudah mulai terlihat sejak akhir tahun 2024, dengan penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi yang relatif membuat aset Indonesia kurang menarik bagi investor.
“Karena dampak dari Trump 2.0 yang sudah terlihat sejak tahun lalu hingga awal tahun ini, terkait dengan penguatan dolar AS dan juga kenaikan imbal hasil obligasi, yang secara relatif membuat aset Indonesia kurang menguntungkan dan kurang menarik,” kata Joanne dalam DBS CIO Insights Kuartal I 2025, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Kendati demikian, ia mengatakan adanya faktor pendorong positif yang diperkirakan akan muncul, terutama pada paruh kedua tahun 2025, “Namun di sisi positif, ya, kami bisa melihat beberapa faktor pendorong yang akan datang, terutama pada paruh kedua tahun ini dan setelah pelantikan Trump,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan salah satu faktor utama adalah kebutuhan mendesak untuk diversifikasi ekonomi global, mengingat kebijakan tarif yang diterapkan oleh negara-negara besar, termasuk AS.
Ia menyampaikan, Indonesia sebagai bagian dari ASEAN berpotensi mendapat manfaat dari strategi China Plus One, yang mendorong perusahaan-perusahaan global untuk mencari alternatif selain China dalam rantai pasokan.
Baca Juga: Perkuat Relasi Bilateral Indonesia-Taiwan, Bank DBS Gelar Forum Strategi Investasi dan Bisnis
“Oleh karena itu, Indonesia yang merupakan bagian dari ASEAN bisa mendapat manfaat dari strategi China Plus One. Jadi, China dan Indonesia juga menjadi salah satu sumber mineral dan logam,” tuturnya.
Selain itu, sektor kendaraan listrik (EV) dan elektrifikasi menjadi sektor yang sangat menjanjikan, dengan Indonesia memainkan peran penting dalam penyediaan bahan baku untuk industry dipandang sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi domestik yang positif.
Di sisi lain, konsumsi domestik Indonesia yang didorong oleh populasi yang besar juga menjadi faktor pendorong perekonomian.
“Jadi, untuk Indonesia, tidak semuanya buruk karena melemahnya mata uang dan juga imbal hasil obligasi yang lebih tinggi, kami justru melihat bahwa ekonomi domestik dan saham domestik, seperti sektor konsumen dan beberapa bank, bisa berjalan dengan cukup baik,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement