
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan pertumbuhan kredit korporasi yang signifikan pada tahun 2024 lalu yang disokong oleh penyaluran dana ke sektor hilirisasi pertambangan dan industri kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengatakan bahwa kredit korporasi bertumbuh sebesar 15,7% secara tahunan (YoY) hingga mencapai Rp426,8 triliun pada Desember 2024.
Jahja menegaskan pentingnya sektor hilirisasi dan CPO dalam menopang pertumbuhan tersebut.
"Dari 15,7 persen pertumbuhan, separuhnya berasal dari hilirisasi dan CPO. Program hilirisasi ini sangat luar biasa dan membutuhkan pembiayaan yang signifikan," ungkapnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Dia menjelaskan bahwa program hilirisasi seperti pembangunan smelter untuk mengolah bauksit dan nikel disebut-sebut memerlukan investasi yang cukup besar bahkan hingga menyentuh angka triliunan rupiah.
Dia mencontohkan investasi yang masuk dari China untuk proyek di Morowali, Sulawesi Tengah, sebagai aslah satu langkah besar dalam mendukung hilirisasi nasional.
Kendati demikian, Jahja mengingatkan adanya tantangan di masa depan yang perlu dihadapi oleh sektor pertambangan. Termasuk di antaranya potensi oversupply di komoditas seperti nikel dan bauksit yang dapat memengaruhi harga dan permintaan kredit.
“Kalau supply sudah over, ini menjadi pertanyaan apakah permintaan kredit akan tetap sekuat sebelumnya,” ujar Jahja.
Selain itu, berbagai proyek pembangunan infrastruktur pemerintah dinilai tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan hilirisasi pertambangan dan industri CPO sebagai tumpuan utama dalam ekspansi kredit korporasi BCA.
BCA untuk tahun 2025 ini memproyeksikan pertumbuhan kredit korporasi sebesar 7 – 8% sembari terus memantau peluang dari sektor hilirisasi, CPO, serta bidang usaha lainnya.
"Asal ada kesempatan, kami sangat terbuka untuk mendorong pertumbuhan kredit yang cukup besar," imbuhnya.
BCA secara fundamental memiliki potensi kuat untuk mendukung ekspansi kredit. Loan to Deposit Ratio (LDR) perusahaan tercatat berada pada posisi sehat di 78,44%, sementara rasio permodalan atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) mencapai 29,36% pada akhir 2024.
"Kami memiliki likuiditas yang cukup, rasio permodalan yang kuat, dan kualitas pinjaman yang baik. Tidak ada alasan untuk tidak terus bertumbuh. Selama ada kebutuhan kredit, kami siap memberikan dukungan," jelasnya.
Baca Juga: Industri Sawit Sukses Gabungkan Prinsip Pembangunan dari Aspek Sosial hingga Lingkungan
Baca Juga: BCA Cetak Laba Rp54,8 Triliun Sepanjang 2024
BCA, ke depannya mengaku optimis dalam melihat prospek dari sektor-sektor utama yang mendukung perekonomian, termasuk proyek hilirisasi yang berkontribusi pada peningkatan nilai tambah komoditas Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement