Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerataan Akses Digital: Tantangan dan Harapan di Balik Lelang 1,4 GHz

Pemerataan Akses Digital: Tantangan dan Harapan di Balik Lelang 1,4 GHz Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat telekomunikasi dan media, Aditya Iskandar, menyampaikan apresiasi terhadap langkah Direktorat Jenderal Komunikasi Digital (Komdigi) yang membuka konsultasi publik terkait alokasi pita frekuensi 1,4 GHz.

Menurutnya, Komdigi memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan industri telekomunikasi, baik bagi penyedia layanan internet tetap (ISP) maupun operator seluler, guna memastikan akses yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Keputusan alokasi pita frekuensi 1,4 GHz harus mempertimbangkan keadilan, efisiensi, dan inklusivitas demi pemerataan akses digital nasional. Jangan sampai frekuensi ini hanya dimanfaatkan oleh satu pihak atau terpusat di satu wilayah tertentu, seperti Jawa, sementara daerah lain tertinggal. Komdigii harus lebih memprioritaskan pengenbanhan jaringan luar Jawa terhadap akses digital yang baik," ujar Aditya Iskandar.

Aditya menyoroti potensi besar program ini bagi pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Aditya yang juga mantan komandan di salah satu Relawan Prabowo sangat mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi hingga 8%, maka pengalokasian spektrum frekuensi radio harus tepat guna dan tepat sasaran agar sektor telekomunikasi dan digital dapat menjadi enabler pertumbuhan ekonomi nasional.

Program Pita frekuensi ini berpotensi dalam meningkatkan kapasitas jaringan seluler dan broadband wireless access (BWA). Namun, ia mengingatkan bahwa jika pemerintah mengadopsi pendekatan berbasis wilayah—yang cenderung menarik minat hanya di Pulau Jawa tanpa strategi jelas untuk luar Jawa—maka hal tersebut bertentangan dengan visi strategis Komdigi dalam menciptakan akses digital yang merata.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya lebih dari satu operator untuk berbagi layanan dan menghindari monopoli.

"Lelang frekuensi 1,4 GHz sebaiknya dilakukan secara terbuka dan dikelola bersama, tanpa batasan jumlah operator atau area cakupan tertentu. Selain menghindari bisnis kotor bernuansa monopoli, hal ini akan mendorong kompetisi sehat, mempercepat adopsi dan peningkatan teknologi terbaru, serta mendorong fleksibilitas bagi operator untuk menghadirkan layanan berkualitas dengan harga lebih kompetitif,” jelasnya.

Di sisi lain, Aditya juga mengingatkan agar Menteri Komunikasi dan Informatika, Meutya Hafid, memanfaatkan momentum awal pemerintahannya dengan baik.

"Jangan sampai ada catatan buruk seperti yang menimpa menteri terdahulu. Lelang frekuensi ini harus bebas dari kepentingan bisnis tertentu dan benar-benar untuk kepentingan nasional. Saya percaya Bu Meutya orang yang cerdas dan berintegritas yang dipilih Pak Prabowo menjadi Menteri Komdigi," tegasnya.

Menariknya, dalam waktu yang bersamaan dengan konsultasi publik RPM 1,4 GHz, pemberitaan tentang Surge—perusahaan yang dikabarkan tertarik dengan frekuensi ini—tiba-tiba marak di media massa. Aditya mengingatkan agar tidak ada permainan bisnis di balik gencarnya pemberitaan ini.

“Pemerintah dan investor harus cermat. Jangan sampai Surge memanfaatkan situasi ini untuk menggocek kebijakan demi kepentingan mereka sendiri, misal hanya untuk menggoreng harga saham perusahaan. Soalnya Indonesia punya pengalaman frekuensi dikuasai operator telekomunikasi, namun tak berjalan dengan baik. Yaitu pada saat pengalokasian 2,3 GHz untuk penyelenggaraan broadband wireless access (BWA) tahun 2009. Setelah dilelang dan dimenangkan, program tak berjalan dan akhirnya pita frekuensi dikembalikan ke negara.” katanya.

Menurutnya, rekam jejak Surge dalam mengelola infrastruktur telekomunikasi juga masih dipertanyakan.

"Jika pemerintah serius ingin pemerataan infrastruktur, penting untuk memastikan operator yang mendapatkan frekuensi ini memiliki kapasitas dan  pengalaman yang memadai untuk mengelolanya secara optimal,” pungkasnya.

Dengan berbagai tantangan ini, Aditya berharap Komdigi tetap berkomitmen untuk menjalankan kebijakan spektrum 1,4 GHz secara transparan, inklusif, bebas monopoli dan benar-benar untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: