Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Ngotot Jalankan B50, GAPKI Beri Peringatan Keras!

Pemerintah Ngotot Jalankan B50, GAPKI Beri Peringatan Keras! Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah dalam mempercepat implementasi biodiesel 50% (B50) yang ditargetkan mulai tahun 2026. Namun, GAPKI mengingatkan bahwa peningkatan campuran biodiesel harus diimbangi dengan peningkatan produksi minyak sawit nasional yang saat ini masih stagnan.

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menegaskan bahwa meskipun industri sawit siap mendukung swasembada energi, pemerintah tetap harus mempertimbangkan ketersediaan pasokan dan dampaknya terhadap ekspor.

“Sampai B100 pun kita siap. Tapi harus dihitung jika nanti B50 diterapkan tahun depan, apakah stoknya cukup? Pasti akan mempengaruhi yang lain, terutama ekspor,” ujar Eddy dalam acara Focus Group Discussion (FGD) “Memperkuat Ekonomi Kelapa Sawit untuk Kemandirian Ekonomi Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU) di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Baca Juga: Alokasi Biodiesel 2025 Naik Jadi 15,6 Juta kL, Pemerintah Siapkan Mandatori B50 di 2026

Lebih lanjut, Eddy mengungkapkan bahwa ekspor sawit Indonesia mengalami penurunan signifikan pada tahun 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit dan turunannya menurun sebesar 17,33% dibandingkan tahun sebelumnya, dari 26,13 juta ton menjadi 21,60 juta ton. Secara nilai, ekspor juga mengalami penurunan dari US$22,7 miliar menjadi US$20 miliar, atau turun 11,78%.

“Di 2024 ekspor sawit turun. Nah, di pemerintahan baru ini kita berharap ekspor digenjot lagi. Penerapan biodiesel kami tidak menentang, tapi harus dilihat mana yang lebih menguntungkan. Kalau produksi stagnan, pasti ekspor dikorbankan,” kata Eddy.

Baca Juga: ESDM Catatkan Kinerja Positif Sepanjang 2024, Realisasi Investasi hingga Biodiesel Lampaui Target

GAPKI juga menyoroti stagnasi produktivitas sawit dalam lima tahun terakhir, bahkan cenderung menurun. Eddy memaparkan bahwa produksi sawit Indonesia mengalami penurunan 4,3%, dari 54,8 juta ton pada 2023 menjadi 52,4 juta ton pada 2024. Menurutnya, salah satu penyebab utama penurunan tersebut adalah lambannya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting.

“Kalau PSR tidak dipercepat, pasti bermasalah. Kita adalah produsen sekaligus konsumen terbesar di dunia. Tapi jalur kemitraan dengan perusahaan banyak hambatannya, justru jalur kedinasan lebih lancar,” imbuhnya.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: