Dulu Beli AirAsia Hanya 1 Ringgit, Kini Tony Fernandes Sukses Kembangkan jadi Maskapai Berbiaya Rendah Terbaik Dunia

Tony Fernandes adalah sosok di balik kesuksesan AirAsia, maskapai penerbangan bertarif rendah yang kini menjadi salah satu pemimpin industri di Asia Tenggara.
Dengan latar belakang di industri musik dan tanpa pengalaman di sektor penerbangan, Fernandes berhasil mengubah maskapai yang hampir bangkrut menjadi perusahaan menguntungkan dalam waktu singkat.
Tony Fernandes lahir pada 30 April 1964 dari keluarga berdarah India dan Asia-Portugis di Malaysia. Ayahnya adalah seorang dokter, sementara ibunya merupakan pengusaha yang memperkenalkan produk Tupperware ke Malaysia.
Fernandes menempuh pendidikan di Epsom College, Inggris, sebelum melanjutkan studi di London School of Economics, tempat ia meraih gelar di bidang akuntansi pada tahun 1987.
Setelah lulus, Fernandes memulai kariernya sebagai auditor di Virgin Group dan kemudian dipercaya menjadi pengawas keuangan di Virgin Communications, perusahaan milik Richard Branson.
Kariernya berlanjut ke industri musik, di mana ia bergabung dengan Warner Music Group. Pada tahun 1999, ia menjabat sebagai Wakil Presiden Regional Asia Tenggara. Namun, ketika Time Warner mengumumkan merger dengan America Online, Fernandes memutuskan untuk keluar dari industri musik pada tahun 2001.
Pada September 2001, saat industri penerbangan global tengah terpuruk akibat serangan 9/11, Fernandes melihat peluang di AirAsia, maskapai milik pemerintah Malaysia yang tengah dililit utang sebesar US$11 juta (sekitar Rp171 miliar).
Ia bersama rekannya, Kamarudin Meranun, membeli AirAsia hanya dengan harga 1 ringgit Malaysia, dengan komitmen melunasi seluruh utangnya. Langkah ini dianggap gila oleh banyak orang, mengingat kondisi maskapai saat itu yang hampir bangkrut.
Namun, hanya dalam satu tahun, AirAsia berhasil melunasi utangnya dan mulai mencetak keuntungan. Pada November 2004, AirAsia sukses menarik minat investor, terbukti dari kelebihan permintaan sahamnya sebesar 130% saat melakukan penawaran saham perdana (IPO).
Kesuksesan AirAsia tidak datang begitu saja. Fernandes menerapkan sejumlah strategi inovatif yang mengubah model bisnis maskapai ini:
- Efisiensi Biaya: AirAsia hanya melayani rute penerbangan jarak pendek agar kru tidak perlu menginap di hotel dan dapat kembali ke pangkalan setiap hari.
- Penggunaan Bandara Berbiaya Rendah: Maskapai ini memilih beroperasi di bandara dengan biaya sewa lebih murah guna menekan pengeluaran operasional.
- Penjualan Tiket Secara Online: Dengan sistem penjualan tiket online, AirAsia menghemat biaya cetak dan tidak perlu menyewa counter tiket di bandara.
- Model Low-Cost Carrier (LCC): Mengusung slogan "Now Everyone Can Fly", AirAsia menawarkan tiket penerbangan dengan harga terjangkau, menarik perhatian masyarakat luas.
- Open Skies Agreement: Fernandes juga berperan penting dalam mendorong perjanjian "Kesepakatan Langit Terbuka" yang memberikan hak pendaratan bagi maskapai bertarif rendah di berbagai negara seperti Thailand, Indonesia, dan Singapura. Untuk mencapai kesepakatan ini, ia meminta bantuan mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr. Mahathir Mohamad.
Dalam waktu singkat, AirAsia berkembang pesat. Dari hanya memiliki 200 staf dan melayani 250.000 penumpang pada tahun 2002, maskapai ini memiliki lebih dari 10.000 staf dan mengoperasikan lebih dari 100 pesawat dengan penumpang mencapai 32 juta per tahun.
Perjalanan AirAsia memang tidak mudah, terutama pada tahun-tahun pandemi. Hingga kini, AirAsia masih berjuang untuk memperbesar pendapatan dan menekan kerugian operasional. Meski begitu, AirAsia merupakan salah satu maskapai berbiaya hemat terbaik di dunia versi Skytrax selama 15 tahun berturut-turut
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement