
Layanan buy now, pay later atau yang lebih dikenal sebagai paylater semakin diminati masyarakat Indonesia. Kemudahan bertransaksi tanpa harus membayar langsung membuat banyak orang tergoda menggunakannya.
Namun, di balik kenyamanan tersebut, penggunaan paylater yang tidak terkontrol dapat memicu stres finansial dan kecemasan.
Psikolog Klinis, Disya Arinda, menilai fenomena ini berisiko mengganggu kesejahteraan mental jika tidak diimbangi dengan pengelolaan keuangan yang bijak.
"Secara psikologis, penggunaan paylater yang impulsif dapat meningkatkan kecemasan dan mengganggu kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dampaknya sebelum memutuskan menggunakan layanan ini," ujar Disya dalam keterangan resminya, Kamis (27/2/2025).
Baca Juga: Tren PayLater Meledak, Kemudahan atau Jerat Utang?
Dia menegaskan bahwa konsumen harus mampu mengelola emosi dan kondisi psikologis ketika menggunakan paylater. Keputusan impulsif, terutama saat sedang stres, bisa memperburuk kondisi finansial seseorang dan menambah tekanan psikologis.
Agar paylater tidak menjadi beban keuangan dan mental, Disya menyarankan masyarakat untuk mempertimbangkan beberapa hal sebelum menggunakannya.
"Tanyakan pada diri sendiri apakah barang atau layanan yang ingin dibeli benar-benar diperlukan, apakah cicilan dapat dilunasi tepat waktu, dan apakah paylater membantu mengelola arus kas atau justru membuat semakin boros," jelasnya.
Baca Juga: Rahasia Lolos KPR Meski Sering Pakai Paylater!
Selain itu, penggunaan paylater secara berlebihan bisa menimbulkan risiko gagal bayar (galbay), yang berdampak pada penurunan skor kredit di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Dampaknya bisa meluas, seperti menyulitkan pengguna dalam mengajukan kredit lain di masa depan, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau pinjaman usaha.
"Banyak orang yang saat terdesak ingin segera mengambil keputusan keuangan tanpa berpikir panjang. Padahal, keputusan yang diambil dalam kepanikan bisa berdampak negatif, baik secara finansial maupun psikologis," ujar Disya.
Pada akhirnya, baik atau buruknya paylater bergantung pada bagaimana individu menggunakannya. Dengan literasi finansial yang baik dan kesadaran dalam mengambil keputusan, layanan ini bisa menjadi alat yang membantu, bukan justru menambah beban di kemudian hari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement