Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tren PayLater Meledak, Kemudahan atau Jerat Utang?

Tren PayLater Meledak, Kemudahan atau Jerat Utang? Kredit Foto: CMIB Niaga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Layanan PayLater semakin diminati sebagai solusi keuangan instan di era digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per November 2024, penggunaan PayLater tumbuh 61,90% secara tahunan (year-on-year), dengan mayoritas pengguna berasal dari generasi muda.

PayLater menawarkan kemudahan transaksi dengan opsi pembayaran yang bisa ditunda hingga bulan berikutnya atau dicicil dalam jangka waktu tertentu. Layanan ini menjadi alternatif kartu kredit yang kini banyak digunakan di platform e-commerce, fintech, hingga perbankan digital.

Namun, di balik kemudahannya, PayLater juga membawa risiko keuangan bagi penggunanya. Psikolog Klinis Disya Arinda mengingatkan bahwa penggunaan PayLater tanpa perencanaan matang dapat memicu siklus utang berkepanjangan dan berujung pada stres finansial.

Baca Juga: Pengguna MyBCA Didominasi Milenial, Fitur Paylater Tumbuh 184%

"Banyak orang merasa nyaman menggunakan PayLater karena tidak langsung mengeluarkan uang. Namun, tanpa perhitungan yang baik, risiko gagal bayar bisa meningkat," ujar Disya dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).

Disya menjelaskan bahwa tren ini diperparah oleh fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO). Tekanan sosial untuk mengikuti tren fesyen, gadget, hingga gaya hidup membuat banyak anak muda semakin konsumtif. Berdasarkan riset Global Web Index, 62% individu yang mengalami FOMO berasal dari usia 16–34 tahun, yang juga merupakan kelompok utama pengguna PayLater.

Baca Juga: Rahasia Lolos KPR Meski Sering Pakai Paylater!

Akibatnya, banyak orang lebih mementingkan kepuasan sesaat tanpa mempertimbangkan konsekuensi finansial jangka panjang. Ketika cicilan menumpuk dan kemampuan membayar melemah, stres finansial pun tak terhindarkan.

"Penggunaan PayLater yang tidak terkendali bisa menyebabkan siklus utang yang membuat seseorang merasa terjebak. Ini tidak hanya berdampak secara finansial, tetapi juga secara psikologis," kata Disya.

Menurutnya, edukasi finansial menjadi kunci utama dalam mengelola layanan ini agar tidak berujung pada masalah keuangan. Pengguna harus lebih bijak dan mempertimbangkan kebutuhan sebelum menggunakan PayLater.

"Saat terdesak, kita cenderung ingin segera mengambil keputusan. Namun, keputusan yang diambil dalam kepanikan sering kali berdampak negatif. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk benar-benar mengevaluasi apakah mereka membutuhkan layanan ini atau hanya tergoda oleh kemudahan berutang," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: