Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjalanan Kecap Bango, dari Produksi Rumahan Yunus Kartadinata di Tangerang hingga Sukses di Bawah Unilever

Perjalanan Kecap Bango, dari Produksi Rumahan Yunus Kartadinata di Tangerang hingga Sukses di Bawah Unilever Kredit Foto: Lestari Ningsih
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada Juli 2023, Kurious-Katadata Insight Center (KIC) merilis data yang menegaskan posisi Kecap Bango sebagai merek kecap paling disukai oleh masyarakat Indonesia. Dalam survei tersebut, Kecap Bango berhasil mengungguli merek kecap ternama lainnya seperti ABC, Sedaap, dan Indofood Kecap Manis.

Sebanyak 80,5 persen responden menyatakan kecintaan mereka pada kecap dengan logo burung bangau itu. Hasil ini tentu bukanlah pencapaian instan, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang dimulai hampir seabad lalu.

Kisah Kecap Bango bermula pada tahun 1928, ketika pasangan suami istri, Tjoa Pit Boen (yang juga dikenal sebagai Yunus Kartadinata) dan Tjoa Eng Nio, memulai usaha kecil-kecilan di Benteng, Tangerang, Banten.

Pada tahun-tahun itu, mereka memproduksi kecap secara rumahan dan menjualnya dari toko kecil di garasi rumah mereka. Nama "Bango" dipilih dengan harapan yang besar, yaitu agar produk mereka dapat "terbang tinggi" dan dikenal luas, seperti burung bangau yang menjadi lambang merek tersebut.

Harapan Yunus Kartadinata dan istrinya perlahan mulai terwujud ketika kecap buatan mereka mulai dikenal di kalangan masyarakat sekitar.

Namun, perjalanan Kecap Bango tidak selalu mulus. Pada periode 1939 hingga 1947, produksi kecap ini sempat terhenti akibat kesulitan mendapatkan bahan baku selama masa perang.

Setelah perang usai, Kecap Bango bangkit kembali. Pada tahun 1950-an, pabriknya dipindahkan ke Jalan Asem Lama (sekarang Jalan Wahid Hasyim) di Jakarta Pusat. Lokasi baru ini membantu meningkatkan popularitas Kecap Bango di ibu kota, menjadikannya salah satu merek kecap yang digemari masyarakat urban.

Baca Juga: Cerita Chris Xu, Karyawan SEO Specialist yang Sukses Bangun SHEIN jadi Raksasa E-Commerce Fashion

Memasuki tahun 1980-an, permintaan terhadap Kecap Bango semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, pabriknya dipindahkan ke Kemandoran. Pada periode ini, perusahaan mengalami transformasi besar dengan berubah menjadi perseroan terbatas dengan nama PT Anugrah Indah Pelangi dan PT Anugrah Damai Pratama. 

Tahun 1992 menjadi momen penting ketika PT Unilever Indonesia mulai menjalin kerja sama dengan Kecap Bango. Unilever, raksasa consumer goods global, tertarik untuk mengakuisisi merek dan usaha Kecap Bango.

Kerja sama itu pun semakin memperluas jangkauan Kecap Bango. Pada tahun 1997-1998, untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, pabrik baru seluas 6 hektare dibangun di Subang, Jawa Barat. Pabrik ini menjadi simbol pertumbuhan dan kepercayaan pasar terhadap produk Kecap Bango.

Sejak awal tahun 2000-an, Unilever tidak hanya fokus pada ekspansi bisnis, tetapi juga pada inovasi produk. Mereka bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengembangkan kedelai hitam berkualitas tinggi bernama Malika.

Profesor Mary Astuti, peneliti dan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, menjelaskan bahwa kedelai hitam Malika memiliki banyak keunggulan. Selain lebih tahan terhadap cekaman fisik dan serangan penyakit, kedelai ini juga lebih bernutrisi. 

Pada tahun 2001, PT Unilever Indonesia resmi mengakuisisi Kecap Bango, menjadikannya salah satu produk di bawah naungan Unilever. Setelah akuisisi, Unilever melakukan rebranding dengan mengubah tampilan merek, logo, dan kemasan Bango. Perubahan ini tidak hanya memperkuat identitas merek, tetapi juga memastikan bahwa Kecap Bango tetap relevan di pasar modern.

Baca Juga: Jejak Sukses Bisnis Rosan Roeslani, dari Bisnis Air Bersih hingga Beli Inter Milan dan DC United

Pada tahun 2007, Unilever mengakuisisi sisa saham Bango milik keluarga Kartadinata, sehingga kepemilikan penuh atas Kecap Bango berada di tangan Unilever. Setahun setelahnya, yaitu pada 1 Februari 2008, merek "Kecap Bango" resmi diubah menjadi "Bango". Perubahan nama ini dilakukan bersamaan dengan perubahan kemasan dan logo.

Bango sebagai merek kecap semakin populer di kalangan konsumen rumahan hingga pedagang. Inisiatif Bango dalam mendekati dan mendukung para pelaku usaha kuliner membuat merek ini semakin identik dengan kuliner Indonesia. 

Hingga saat ini, Bango secara rutin mengadakan acara tahunan Festival Jajanan Bango (FJB). Di usia yang hampir menyentuh 100 tahun, Bango melakukan inisiatif untuk menjaga dan mempopulerkan kuliner Indonesia melalui FJB.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: