- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Kebijakan Tarif Aktif, Bursa Asia Waspada Efek Perang Dagang Amerika Serikat-China

Bursa Asia mengalami koreksi yang signifikan dalam perdagangan di Selasa (4/3). Pasar mengalami tekanan yang hebat menyusul implementasi kebijakan tarif yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
Dilansir dari CNBC International, Rabu (5/3), berikut ini adalah catatan pergerakan sejumlah indeks utama dalam Bursa Asia. Semua indeks kompak mengalami pelemahan:
- Nikkei 225 (Jepang): Anjlok 1.2% menjadi 37,331.18.
- Topix (Jepang): Melemah 0.71% ke 2,710.18.
- Kospi (Korea Selatan): Turun 0.15% ke 2,528.92.
- Kosdaq (Korea Selatan): Melemah 0.81% ke 737.90.
- Hang Seng (Hong Kong): Melemah 0.28% menjadi 22,941.77.
- CSI 300 (China): Stagnan dalam kisaran 3,885.22.
- Shanghai Composite (China): Naik 0.22% ke 3,324.21.
Sorotan utama investor tertuju pada memanasnya perang dagang global. Amerika Serikat resmi menerapkan tarif tambahan sebesar 10%, menjadikan total keseluruhan tarif menjadi 20% untuk China.
Hal ini dibalas keras oleh Beijing. Pemerintah terkait merespons tegas kebijakan tarsebut dengan menaikkan bea masuk 10-15% pada produk pertanian dan makanan asal Amerika Serikat. Detil kebijakan tarif tersebut terdiri dari 15% untuk ayam, gandum, jagung, dan kapas serta 10% untuk kedelai, sorgum, daging babi, sapi, produk perikanan, buah-buahan, sayuran, dan produk susu dari Amerika Serikat.
Kebijakan Beijing juga menyasar sejumlah perusahaan dari Amerika Serikat. 15 perusahaan disebut telah dimasukkan ke dalam daftar kontrol ekspor untuk membatasi pasokan teknologi ke China. 10 perusahaan juga dimasukkan ke dalam Unreliable Entity List. Meski demikian, belum terlihat detil maupun merek-merek besar dalam list balasan atas kebijakan tarif ini.
Selain itu, pemerintah setempat juga mulai melakukan investigasi terhadap dugaan penghindaran bea anti-dumping yang dilakukan oleh produsen serat optik dari Amerika Serikat. Beijing juga menangguhkan izin impor terhadap tiga ekspotir dari Amerika Serikat. Pihaknya juga memberhentikan impor kayu dari Negara Paman Sam.
Pasar juga tengah waspada menjelang pertemuan tahunan parlemen di China. Hal ini akan menjadi sinyal arah perekonomian serta kebijakan dari Beijing.
Baca Juga: Tarif Tambahan Aktif, China Kirimkan Beragam Pukulan Balik untuk Amerika Serikat
Sementara dari Korea Selatan, investor menyoroti data penjualan ritel negara tersebut yang turun menjadi 0,6% di Januari 2025. Hal ini cukup mengkhawatirkan bagi perekonomian dari Korea Selatan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement