
Terdakwa kasus korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong, melalui tim penasihat hukumnya, resmi mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi ini diajukan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst pada 6 Maret 2025.
Dalam eksepsi yang diajukan, tim penasihat hukum Thomas Lembong menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa dan mengadili perkara ini.
Mereka berargumen bahwa kasus ini seharusnya masuk dalam ranah hukum perdata, bukan pidana korupsi, karena tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran yang didakwakan merupakan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: PTPN III dan SGN Aktifkan Kembali Pabrik Gula untuk Wujudkan Swasembada Nasional
Pokok-Pokok Eksepsi
Ada beberapa eksepsi yang diajukan oleh Tim Lembong melalui kuasa hukumnya. Secara garis besar, berikut ini adalah pokok-pokok eksepsi tersebut.
Kewenangan Pengadilan Tipikor
Tim penasihat hukum menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa kasus ini karena perkara ini terkait dengan impor gula yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Mereka menegaskan bahwa pelanggaran yang didakwakan tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Tipikor.
Error in Persona
Tim hukum Lembong juga menuding JPU melakukan kesalahan dalam menetapkan terdakwa. Mereka menyatakan bahwa transaksi yang dijadikan dasar dakwaan, seperti pembayaran bea masuk dan pajak, dilakukan oleh sembilan perusahaan swasta, bukan oleh Thomas Lembong sendiri. Oleh karena itu, mereka menilai JPU telah melakukan error in persona (kesalahan dalam menetapkan orang) dengan menjadikan Lembong sebagai terdakwa.
Kerugian Keuangan Negara
Tim penasihat hukum juga membantah adanya kerugian keuangan negara yang didalilkan oleh JPU. Mereka menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terhadap kegiatan impor gula pada periode 2015-2016 dan menyimpulkan bahwa tidak ada kerugian keuangan negara. Oleh karena itu, penggunaan laporan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) oleh JPU dinilai tidak sah dan bertentangan dengan hukum.
Ketidakjelasan Surat Dakwaan
Tim hukum Lembong juga mengkritik surat dakwaan yang diajukan JPU, menyebutnya tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Mereka menilai JPU tidak menguraikan secara rinci peristiwa dugaan korupsi, terutama terkait harga beli gula kristal putih oleh beberapa koperasi dan perusahaan swasta. Selain itu, mereka menilai JPU tidak mencantumkan dasar hukum yang relevan dalam menggunakan Harga Patokan Petani (HPP) sebagai acuan perhitungan kerugian negara.
Periode Dugaan Korupsi
Tim penasihat hukum juga menyoroti ketidaksesuaian periode dugaan korupsi yang diajukan JPU. Mereka mencatat bahwa dalam surat penyelidikan dan penyidikan, dugaan korupsi terjadi dari tahun 2015 hingga 2023, namun dalam surat dakwaan, JPU hanya menguraikan peristiwa yang terjadi pada tahun 2015-2016. Hal ini dinilai sebagai ketidakcermatan dalam penyusunan surat dakwaan.
Baca Juga: Pemerintah Jamin Harga Gula Petani Stabil Meski Ada Impor
Berdasarkan argumen-argumen tersebut, tim penasihat hukum Thomas Lembong memohon kepada majelis hakim untuk melakukan tindakan, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan.
- Menyatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa perkara ini.
- Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum karena tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.
- Membebaskan Thomas Lembong dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan.
- Memerintahkan JPU untuk melakukan rehabilitasi dan memulihkan nama baik serta kedudukan hukum Lembong.
Sebelumnya, Tom Lembong didakwa terlibat dalam kasus korupsi importasi gula yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar. Ia dituduh memperkaya diri sendiri serta pihak lain selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung menyatakan bahwa tindakan tersebut merugikan keuangan negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement