Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjalanan Akio Morita Mendirikan Sony, Anak Pembuat Sake yang 'Berbisnis dengan Orang Amerika Seperti Perusahaan Amerika'

Perjalanan Akio Morita Mendirikan Sony, Anak Pembuat Sake yang 'Berbisnis dengan Orang Amerika Seperti Perusahaan Amerika' Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sony, merek elektronik ternama asal Jepang, pernah memimpin pasar elektronik global. Merek ini mengeluarkan berbagai produk terkenal mulai dari televisi, gadget, laptop, kamera, hingga Walkman dan PlayStation yang sangat fenomenal. 

Kesuksesan Sony tidak lepas dari peran penting pendirinya, yaitu Akio Morita. Morita, kelahiran Nagoya pada 26 Januari 1921, dibesarkan dalam keluarga pembuat sake. Sejak kecil, ia sering membantu keluarganya dalam produksi dan penjualan sake. 

Meski sibuk membantu ayahnya, Morita dikenal sebagai anak yang pandai, tekun, serta memiliki ketertarikan besar terhadap matematika dan fisika. Dalam cerita, ia sering mengutak-atik barang elektronik di rumahnya.

Ketertarikan Morita terhadap teknologi semakin berkembang saat ia remaja dan kepandaiannya pun diakui oleh banyak orang. Berkat kecerdasannya, ia berhasil menempuh pendidikan tinggi di Departemen Fisika, Osaka Imperial University. 

Setelah lulus, Morita sempat menjadi letnan di angkatan laut Jepang. Namun, setelah Perang Pasifik usai pada tahun 1944, ia menerima undangan dari seorang profesor untuk bergabung dengan salah satu fakultas di Tokyo Institute of Technology. 

Tanpa ragu, Morita meninggalkan Nagoya dan pindah ke Tokyo untuk memperdalam ilmunya. Di sana, ia bertemu kembali dengan Masaru Ibuka, koleganya semasa di angkatan laut, yang juga memiliki minat sama pada teknologi.

Pertemuan kedua orang ini menjadi awal berdirinya Sony Corporation. Pada 7 Mei 1946, Morita dan Ibuka mendirikan Tokyo Tsushin Kogyo KK (Tokyo Telecommunications Engineering Corporation), sebuah perusahaan yang fokus pada penelitian dan pengembangan teknologi. 

Baca Juga: Jalan Sukses Dato Sri Tahir, Anak Juragan Becak yang Berhasil Bangun Mayapada Group

Meski masih berusia 25 tahun, Morita mengambil peran penting dalam pemasaran, globalisasi, keuangan, dan sumber daya manusia, sementara Ibuka, yang 13 tahun lebih tua, fokus pada penelitian dan pengembangan produk. Perusahaan mereka pun berkembang pesat dan memiliki 20 karyawan.

Proyek besar yang mereka kerjakan di awal-awal berdirinya perusahaan adalah voltmeter tabung hampa udara yang dipesan Pemerinta setelah Ibuka mendatangi Kementerian Komunikasi. Dengan kondisi sisa perang, Tokyo Tsushin Kogyo KK hanya dapat menyelesaikan 50 dari 100 pesanan voltmeter tabung hampa udara.

Pada tahun 1953, Morita mengunjungi Philips di Belanda dan terpikir untuk beralih dari pasar domestik ke pasar internasional.

"Belanda mirip dengan Jepang dalam banyak hal. Jika perusahaan seperti Philips bisa sukses di pasar internasional, tidak ada alasan mengapa Totsuko tidak bisa," pikirnya, dilansir dari website resmi Sony. 

Pada tahun 1958, perusahaan tersebut resmi berganti nama menjadi Sony, sebuah nama yang dipilih untuk lebih mudah diingat dan diucapkan oleh masyarakat global. Awalnya, perubahan nama ini tidak langsung diterima karena Tokyo Tsushin Kogyo sudah cukup dikenal. Namun, Morita berhasil meyakinkan bahwa nama Sony akan lebih efektif untuk ekspansi global. 

Prediksinya terbukti benar, karena nama Sony semakin dikenal dan pada tahun 1960, Sony Corporation resmi didirikan di Amerika Serikat. Sony Corporation of America (SONAM) didirikan untuk mengawasi kegiatan pemasaran Sony di Amerika Serikat. Seperti yang mereka katakan, "Berbisnis dengan orang Amerika seperti perusahaan Amerika.".

Baca Juga: Cerita Mooryati Soedibyo Membangun Mustika Ratu, dari Modal Rp25.000 hingga Sukses Menembus Pasar Global

Sony pun pindah ke Amerika. Perusahaan ini terus berkembang, menciptakan berbagai produk inovatif dan merambah ke bidang lain seperti game, hiburan, dan keuangan, hingga menjadikannya sebagai salah satu raksasa teknologi dunia.

Kini, Sony telah mengalami transformasi besar. Perusahaan ini beralih dari fokus utama pada elektronik konsumen menjadi perusahaan hiburan. Pada tahun 2022, Sony mengakuisisi Bungie, pengembang di balik seri "Destiny". Pada tahun 2023, Sony mengakuisisi Firewalk Studios, sebuah studio pengembang permainan multipemain AAA. 

Selain itu, Sony meningkatkan investasinya dalam anime dengan mengakuisisi Crunchyroll dan mempertimbangkan akuisisi Kadokawa, perusahaan induk dari pengembang permainan FromSoftware.

Pada Januari 2025, Sony mengumumkan perubahan kepemimpinan dengan Hiroki Totoki, yang sebelumnya menjabat sebagai presiden dan CFO. Hiroki Totoki akan mengambil peran sebagai CEO mulai 1 April 2025 untuk memperkuat posisi perusahaan di sektor hiburan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: