Jalan Sukses Dato Sri Tahir, Anak Juragan Becak yang Berhasil Bangun Mayapada Group

Ang Tjoen Ming atau Dato Sri Tahir adalah sosok konglomerat Indonesia yang banyak menginspirasi para calon pengusaha. Lahir pada 26 Maret 1952 di Surabaya, Indonesia, Tahir dibesarkan dalam keluarga yang bekerja keras.
Ayahnya, Ang Boen Ing, adalah seorang pekerja keras yang datang dari Fujian, Tiongkok. Ia sampai di Indonesia pada awal 1940-an untuk mencari nafkah dan melunasi utang keluarga. Konon, utang tersebut akibat kecanduan opium kakek Dato Sri Tahir.
Di Indonesia, ayah Tahir bekerja sebagai pembuat becak yang nantinya disewakan. Sementara itu, ibu Tahir, Lie Tjien Lien, turut membantu menghidupi keluarga dengan banyak upaya sehari-hari.
Keluarga Tahir nampak menyadari pentingnya pendidikan sebagai kunci untuk mengubah nasib. Di saat yang sama, Tahir tumbuh menjadi anak yang rajin dan berprestasi. Ia menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Kristen Kalianyar Surabaya pada tahun 1971 dan bercita-cita menjadi dokter.
Takdir berkata lain pada cita-cita Tahir. Saat menempuh pendidikan kedokteran, ayah Tahir jatuh sakit dan meninggal, sehingga ia terpaksa meninggalkan mimpinya itu untuk membantu menghidupi keluarga.
Meski demikian, semangat belajar Tahir tidak padam. Pada usia 20 tahun, ia mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan bisnis di Nanyang Technological University, Singapura. Meskipun tidak sesuai dengan impian awalnya, Tahir menjalani pendidikan ini dengan serius.
Selama di Singapura, ia mulai merintis bisnis kecil-kecilan dengan membeli barang-barang seperti pakaian wanita dan sepeda, lalu menjualnya kembali di Indonesia. Bisnis ini menjadi batu loncatan bagi Tahir untuk mengembangkan usaha.
Setelah lulus dari Nanyang Technological University pada tahun 1976, Tahir melanjutkan studinya ke Golden Gate University di San Francisco, Amerika Serikat, dan meraih gelar MBA pada tahun 1987. Seolah tak ingin berhenti belajar, ia bahkan masih sempat meraih gelar doktor dengan predikat cum laude dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016 melalui Program Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan.
Baca Juga: Mengenang Masa Jaya Sritex, dari Kios Pasar Klewer hingga Sukses Membuat Seragam untuk NATO
Secara matang, Dato Sri Tahir memulai perjalanan bisnisnya pada awal 1980-an dengan merintis usaha di sektor garmen dan dealer mobil. Pada tahun 1986, ia mendirikan Mayapada Group, yang kemudian berkembang menjadi salah satu konglomerat terbesar di Indonesia. Mayapada Group bergerak di berbagai sektor, termasuk otomotif, perbankan, dan kesehatan.
Pada tahun 1990, Tahir meluncurkan Bank Mayapada, yang menjadi bisnis andalan grup tersebut. Meskipun banyak bank mengalami kesulitan selama krisis moneter 1997-1998, Bank Mayapada justru mampu bertahan dan terus berkembang. Pada tahun 2007, Bank Mayapada diakui sebagai bank terbaik kedua di Indonesia di luar bank milik pemerintah.
Kesuksesan Tahir tidak berhenti di situ. Mayapada Group terus berkembang ke berbagai sektor, termasuk kesehatan, media, hotel, dan properti. Berdasarkan data Forbes pada tahun 2024, kekayaan Tahir mencapai US$5,1 miliar, menjadikannya orang terkaya nomor 7 di Indonesia dan orang terkaya ke-605 di dunia.
Selain dikenal sebagai pengusaha sukses, Dato Sri Tahir juga merupakan seorang filantropis yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Melalui Tahir Foundation, yayasan nirlaba miliknya, ia telah memberikan sumbangan sebesar Rp950 miliar untuk penanggulangan penyakit seperti TBC, HIV, dan malaria di Indonesia. Ia juga pernah menyalurkan bantuan sebesar Rp100 miliar kepada nelayan dan petambak.
Pada tahun 2013, Tahir menjadi orang Indonesia pertama yang menandatangani Giving Pledge, sebuah komitmen untuk menyumbangkan sebagian besar kekayaannya pada kegiatan filantropi. Ia juga menjalin kemitraan dengan Bill and Melinda Gates Foundation dengan menyumbangkan dana sebesar US$200 juta untuk memerangi penyakit seperti HIV/AIDS, TBC, polio, dan malaria.
Baca Juga: Dulu Sulit Cari Kerja, Kini Otto Toto Sugiri Sukses jadi 'Bill Gates-nya Indonesia'
Kontribusinya di bidang pendidikan juga patut diapresiasi. Tahir menjadi anggota dewan pengawas di University of California, Berkeley, menjadikannya orang Asia Tenggara pertama yang memegang posisi tersebut. Selain itu, ia juga aktif mendukung berbagai inisiatif di bidang pendidikan dan reformasi hukum di Indonesia.
Kiprah Dato Sri Tahir tidak hanya diakui di Indonesia, tetapi juga di tingkat internasional. Pada tahun 2011, ia menerima penghargaan Ernst & Young Entrepreneur of the Year. Pada tahun 2016, ia diangkat sebagai Eminent Advocate pertama untuk UNHCR di Asia, sebuah penghargaan yang menunjukkan dedikasinya dalam membantu pengungsi di seluruh dunia. Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Tahir sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Selain itu, Tahir juga menerima gelar kehormatan Dato Sri dari Sultan Pahang, Malaysia, atas jasanya yang telah membantu masyarakat di sana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement