Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Trump Kembali Berulah, Investor Bursa Asia Dihantui Potensi Memanasnya Perang Dagang

Trump Kembali Berulah, Investor Bursa Asia Dihantui Potensi Memanasnya Perang Dagang Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bursa Asia mencatatkan yang beragam dalam perdagangan di Rabu (12/3). Pasar diwarnai oleh optimisme menyusul redanya geopolitik namun dibayangi oleh ancaman memanasnya perang dagang gegara kebijakan tarif.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (13/3), berikut ini adalah catatan pergerakan sejumlah indeks utama dalam Bursa Asia. Beberapa indeks mencatat kenaikan yang signifikan:

  • Nikkei 225 (Jepang): Menguat 0,07% ke 36.819,09
  • Topix (Jepang): Menguat 0,91% ke 2.694,91.
  • Shanghai Composite (China): Melemah 0,23% ke 3.371,92.
  • CSI 300 (China): Melemah 0,36% ke 3.927,23.
  • Hang Seng (Hong Kong): Turun 0,76% ke 23.600,31.
  • Kospi (Korea Selatan): Menguat 1,47% ke 2.574,82
  • Kosdaq (Korea Selatan): Menguat 1,11% ke 729,49.

Investor tengah menyambut baik progress wacana gencatan senjata yang dilakukan untuk meredam konflik dari Rusia-Ukraina. Ukraina baru-baru ini setuju atas wacana tersebut dan membuat pasar cukup lega.

Namun kini pasar dibayangi oleh kekhawatiran terkait dengan potensi memanasnya perang dagang usai pemberlakuan kebijakan tarif baru sebesar 25% terhadap komoditas baja dan aluminium oleh Amerika Serikat.

Kebijakan tersebut memarik berbagai reaksi mulai dari kecaman sampai dengan tarif balasan dari sejumlah negara seperti Kanada, Jepang hingga China. Pasar khawatir bahwa memanasnya ketegangan ini dapat berujung saling lempar tarif yang berakibat memburuknya ekonomi global.

Di sisi lain, pasar juga menyoroti inkonsistensi penerapan kebijakan tarif yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia baru-baru ini memberlakukan kebijakan tarif 50% untuk komoditas baja dan aluminium dari Kanada. Namun kebijakan tersebut berubah kembali menjadi 25% hanya dalam hitungan jam.

Adapun Amerika Serikat juga menjadi sorotan menyusul rilis data perekonomian terbaru untuk Februari 2025. Meski terlihat masih terkendali, hal tersebut nampaknya bersifat sementara mengingat kebijakan tarif impor agresif yang memicu perang dagang diprediksi akan mendorong gejolak inflasi dalam beberapa bulan ke depan di Amerika Serikat.

Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) secara bulanan naik 0,2% di Februari 2025. Angka tersebut lebih rendah dari capaian 0,5% di Januari 2025.

Sementara secara tahunan, data tersebut tercatat naik hingga 2,8%. Angka tersebut sedikit melenceng dari proyeksi pasar yang memperkirakan inflasi mencapai 2,9%.

Adapun angka inflasi inti yang mengecualikan komponen makanan dan energi yang cenderung naik secara bulanan menjadi 0,2% di Februari 2025. Secara tahunan, data inti meningkat 3,1% di Februari 2025.

Baca Juga: Raksasa Baterai Mobil Listrik Eropa Bangkrut, Harapan Saingi China Pupus

Federal Reserve (The Fed) kini diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 4,25%-4,50%. Meski begitu, pasar tetap yakin bahwa pemangkasan suku bunga akan dimulai di Juni 2025.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: