Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUKN 2060 Disahkan! Ini Proyeksi Kebutuhan Listrik Indonesia Hingga 2060!

RUKN 2060 Disahkan! Ini Proyeksi Kebutuhan Listrik Indonesia Hingga 2060! Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) hingga tahun 2060. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 85.K/TL.01/MEM.L/2025 yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 5 Maret 2025.

"RUKN memuat kebijakan ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan tenaga listrik nasional, proyeksi kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik nasional sampai dengan tahun 2060, dan rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik nasional," demikian kutipan dari Kepmen, dikutip Selasa (25/3/2025).

Baca Juga: Menanti Persetujuan DPR atas RUKN yang Mayoritas EBT

Regulasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kebijakan energi nasional, penyediaan tenaga listrik, proyeksi kebutuhan listrik, hingga strategi pengembangan sistem kelistrikan nasional. Pemerintah juga menetapkan prioritas bagi PT PLN (Persero) dalam membangun pembangkit listrik yang fleksibel.

Dalam proyeksi kebutuhan listrik, pada 2025 konsumsi tenaga listrik diperkirakan mencapai 539 TWh (1.893 kWh per kapita) dan meningkat menjadi 1.813 TWh (5.038 kWh per kapita) pada 2060. Komposisi kebutuhan listrik pada 2060 diproyeksikan terdiri dari rumah tangga 28%, bisnis 13%, sektor publik 5%, industri 43%, dan kendaraan listrik 11%.

Sebagai bagian dari transisi energi, pemerintah juga mendorong pemanfaatan biomassa untuk cofiring di PLTU guna meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan serta menekan emisi karbon. Selain itu, PLTU yang mencapai nilai buku nol akan menggunakan 100% green NH₃ atau cofiring biomassa + CCS sebagai beban dasar. Sementara itu, PLTG, PLTGU, PLTMG, dan PLTMGU akan menggunakan 100% green H₂ atau Gas+CCS untuk menjaga keandalan pusat beban.

Pemerintah juga membatasi pembangunan PLTU sesuai dengan Perpres No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan. Daya mampu netto pada 2060 diperkirakan mencapai 443 GW, dengan komposisi 41,5% pembangkit VRE (dilengkapi storage 34 GW) dan 58,5% pembangkit dispatchable (non-VRE). Produksi listrik pada 2060 diprediksi mencapai 1.947 TWh, dengan dominasi energi baru dan terbarukan (EBT).

Baca Juga: Percepat Pengembangan Pembangkit EBT, Kementerian ESDM Terbitkan Aturan PJBL

Dalam bauran energi 2060, 73,6% berasal dari energi baru dan terbarukan, dengan rincian 24,1% energi baru dan 49,5% energi terbarukan. Porsi energi baru dan terbarukan diproyeksikan melampaui energi fosil (51,6%) mulai 2044. Untuk mempercepat transisi energi, pemerintah akan mendorong dedieselisasi, gasifikasi pembangkit, serta pembangunan PLTB, PLTS (floating dan rooftop), PLTP, dan PLTA skala besar.

Pengembangan pembangkit VRE akan diprioritaskan sebelum PLTA dan PLTP skala besar beroperasi pada 2032. Sejumlah wilayah telah ditetapkan sebagai fokus pengembangan, seperti PLTA di Papua, PLTS di Nusa Tenggara, dan PLTN di Kalimantan untuk produksi green H₂. Target emisi karbon nol bersih (net zero emissions) ditetapkan pada 2059.

Dalam hal infrastruktur jaringan listrik, pemerintah menetapkan pengembangan supergrid sebagai prioritas. Proyek interkoneksi akan mencakup jaringan internal antarwilayah, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua, serta interkoneksi antarpulau, yang akan dimulai dari Sumatera-Batam pada 2028 hingga Sumba-Sumbawa-Sulawesi pada 2045.

Kebutuhan investasi sektor kelistrikan selama periode 2025-2060 diperkirakan mencapai US$1,09 triliun, dengan rata-rata investasi tahunan sekitar US$30,33 miliar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: