Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Muncul Ancaman Resesi, Bursa Asia Dihantui Efek Kebijakan Tarif AS

Muncul Ancaman Resesi, Bursa Asia Dihantui Efek Kebijakan Tarif AS Kredit Foto: Pixabay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bursa Asia kembali bergerak secara variatif meski mayoritas melemah dalam perdagangan di Selasa (25/3). Pasar nampaknya tetap waspada jelang penerapan kebijakan tarif dari Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari CNBC International, Rabu (26/3), berikut ini adalah catatan pergeraka sejumlah indeks utama dari Bursa Asia. Mayoritas indeks mencatatkan koreksi yang signifikan:

  • Nikkei 225 (Jepang): Menguat 0,46% ke 37.780,54.
  • Topix (Jepang): Naik 0,24% ke 2.797,52.
  • Shanghai Composite (China): Stabil dalam kisaran dari 3.369,98.
  • CSI 300 (China): Stabil dalam kisaran 3.932,30.
  • Hang Seng (Hong Kong): Turun 2,35% ke 23.344,25.
  • Kospi (Korea Selatan): Turun 0,62% ke 2.615,81.
  • Kosdaq (Korea Selatan): Turun 1,24% ke 711,26.

Ekonom Commonwealth Bank of Australia, Kristina Clifton menyebut bahwa pasar tengah menimbang efek kebijakan tarif terhadap perekonomian global, termasuk kawasan dari Asia.

Trump sebelumnya menyatakan bahwa tidak semua tarif yang diancamkan akan diberlakukan sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Ia juga memberikan sinyal bahwa beberapa negara mungkin mendapat pengecualian tarif.

Hal tersebut awalnya memberikan sedikit optimisme terhadap investor dari Asia. Harapannya bahwa kebijakan tarif hingga ketegangan dagang akan mereda antara negara tersebut dengan China.

Namun kekhawatiran bahwa tarif dapat memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global masih membayangi pasar. Hal ini diperparah oleh sejumlah faktor seperti data perekonomian terbaru dari AS.

Indeks kepercayaan konsumen tercatat turun ke 92,9 di Maret 2025. Capaian tersebut merupakan mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang meningkat di AS.

Baca Juga: Terlihat Melunak, Investor Bursa Eropa Tetap Awasi Rencana Tarif Trump

"Perkembangan negatif bagi ekonomi mereka dan global pada akhirnya dapat memperkuat dolar karena daya tariknya sebagai aset safe-haven," ungkap Clifton .

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: