Lebaranomics: Menghidupkan Ekonomi Daerah Lewat Tradisi Mudik
Oleh: Teguh Anantawikrama, Ketua Indonesian Tourism Investors Club/Wakil Ketua Umum Bidang Teknologi Transfer dan Digital KADIN

Setiap Idulfitri, Indonesia menyaksikan gelombang migrasi musiman terbesar di Asia Tenggara: mudik. Tradisi tahunan ini bukan hanya soal pulang kampung dan bersilaturahmi, tapi juga sebuah peristiwa ekonomi besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Saya menyebutnya lebaranomics, sebuah momentum untuk menghidupkan kembali ekonomi lokal melalui kekuatan tradisi.
Mudik: Mesin Ekonomi Musiman
Pada Idulfitri 2024 lalu, lebih dari 193,6 juta orang diperkirakan melakukan perjalanan mudik, menurut Kementerian Perhubungan. Ini berarti hampir 72% dari populasi Indonesia berpindah dari pusat-pusat urban ke daerah asal mereka. Sebuah pergerakan raksasa yang membawa serta daya beli, ide, energi, dan peluang bagi kota-kota kecil dan desa-desa di seluruh nusantara.
Di sinilah letak potensi luar biasa dari Lebaranomics: ketika pemudik datang, mereka tidak hanya membawa rindu, tetapi juga uang, konsumsi, dan kesempatan.
Baca Juga: Türkiye-Indonesia: Strengthening Trade and Strategic Partnership as Emerging Powers
Potensi Besar Bagi UMKM
UMKM lokal adalah tulang punggung ekonomi nasional, menyumbang lebih dari 60% PDB dan menyerap lebih dari 90% tenaga kerja. Sayangnya, mereka sering kali hanya bergantung pada permintaan harian yang terbatas.
Periode mudik adalah saat lonjakan permintaan lokal terjadi secara alami. Kuliner khas, oleh-oleh, fashion muslim, jasa transportasi, hingga pariwisata lokal mengalami peningkatan drastis. Namun tanpa strategi yang terencana, potensi ini cepat menguap.
Peran Pemerintah: Dari Fasilitator Menjadi Penggerak
Saya percaya, pemerintah—baik pusat maupun daerah—harus mengambil peran aktif dalam menyulut ekonomi lokal selama musim Lebaran. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan:
1. Pasar Rakyat Lebaran
Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan bazar UMKM tematik di alun-alun kota, pusat desa, atau titik keramaian. Ini menjadi ruang promosi sekaligus transaksi yang mempertemukan pemudik dan pelaku lokal.
2. Kampanye “Belanja di Kampung Sendiri”
Narasi ini penting untuk membangkitkan kebanggaan terhadap produk lokal. Dengan mendorong pemudik untuk berbelanja lokal, uang tetap berputar di daerah.
3. Digitalisasi UMKM Desa
Program digitalisasi dan onboarding UMKM ke platform e-commerce dan pembayaran digital harus dipercepat menjelang musim mudik. Hal ini membuat mereka bisa menerima pembayaran nontunai, menjangkau lebih banyak konsumen, dan mendata transaksi untuk akses pembiayaan.
4. Aktivasi Wisata Lokal
Banyak pemudik ingin mengajak keluarga mengeksplorasi tempat-tempat baru di kampung halaman. Pemerintah bisa memfasilitasi tur wisata, promosi kuliner khas, dan festival budaya selama libur Lebaran.
Lebaranomics untuk Pembangunan yang Merata
“Lebaranomics” sejatinya adalah tentang mendistribusikan ekonomi secara lebih adil. Selama ini, pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung. Namun pada saat Lebaran, pusat gravitasi ekonomi bergeser ke daerah-daerah.
Jika momentum ini dimanfaatkan dengan serius, kita bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya bersifat musiman, tapi berkelanjutan. Tradisi bisa menjadi strategi. Silaturahmi bisa menjadi stimulus. Dan kampung halaman bisa menjadi pusat pertumbuhan baru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement