RI Lobi Washington: Permintaan Relaksasi Tarif, Komitmen Buka Akses Energi dan Agrikultur
Kredit Foto: Youtube BPMI Setpres
Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyepakati kerangka perundingan dagang bilateral yang ditargetkan rampung dalam waktu 60 hari. Kesepakatan ini merupakan hasil dari serangkaian pertemuan tingkat tinggi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selama kunjungannya ke Washington, D.C.
Airlangga menyampaikan bahwa pertemuan dengan sejumlah pejabat penting AS, termasuk Secretary of Commerce Fort Lenox dan United States Trade Representative (USTR) Jameson Gray, berlangsung dalam suasana yang hangat dan konstruktif.
“Pembahasan ini dilakukan guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat. Kita berharap bahwa hubungan dagang yang dikembangkan dapat bersifat adil dan berimbang,” ujar Airlangga melaporkan langsung dari AS, Jumat (18/04/2025).
Baca Juga: Nvidia Kritik Pembatasan Ekspor Chip Trump, Tegaskan Pentingnya Market China
Sebagai bagian dari usulan kerja sama, Indonesia menawarkan peningkatan pembelian energi dari AS, termasuk LPG, crude oil, dan gasoline (bensin). Selain itu, Indonesia juga menyatakan komitmennya untuk meningkatkan impor produk agrikultur AS seperti gandum, kedelai, susu kedelai, serta barang-barang modal. Pemerintah juga berkomitmen untuk memfasilitasi investasi dan operasional perusahaan-perusahaan AS di Indonesia melalui penyederhanaan perizinan dan pemberian insentif.
“Kemudian dalam kerja sama antar negara di sektor investasi, Indonesia mendorong agar investasi dilakukan secara bisnis to bisnis,” lanjutnya.
Selanjutnya, Indonesia turut mendorong kerja sama strategis di sektor critical minerals, kemudahan impor produk hortikultura, serta penguatan kolaborasi di bidang pengembangan sumber daya manusia, termasuk pendidikan, sains, teknologi, ekonomi digital, dan layanan keuangan.
Dalam pembahasan tersebut, Indonesia juga menyampaikan keprihatinannya atas pengenaan tarif impor yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing terhadap sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan udang. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, mengingat beban pajak tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh konsumen, melainkan harus dibagi dengan eksportir dari Indonesia.
“Dengan berlakunya tarif selama 90 hari untuk 10%, maka tarif rata-rata Indonesia yang untuk khusus di tekstil garment ini antara 10 sampai dengan 37%, maka dengan diberlakukannya 10% tambahan, maka tarifnya itu menjadi ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10,” jelas Airlangga.
Dari hasil pertemuan itu, kedua negara sepakat untuk menindaklanjuti hasil pertemuan melalui tim teknis dari USTR dan Kementerian Perdagangan AS. Format dan kerangka perundingan telah disepakati, mencakup kemitraan perdagangan dan investasi, kolaborasi di bidang mineral strategis, serta penguatan rantai pasok (supply chain).
“Nah, hasil-hasil pertemuan tersebut akan dilanjuti dengan berbagai pertemuan bisa satu, dua, atau tiga putaran, dan kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” pungkas Airlangga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Istihanah
Tag Terkait:
Advertisement