Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Tarif AS, Wamendag Dorong Penguatan Sistem Logistik

Hadapi Tarif AS, Wamendag Dorong Penguatan Sistem Logistik Kredit Foto: Dok. Kemendag
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menjadi pembicara kunci dalam Round Table Discussion Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) di Menara Kadin, Jakarta, pada Jumat (25/4/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Wamendag Roro  menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem logistik yang adaptif sebagai bagian dari kesatuan strategi nasional dalam menghadapi tantangan global.

Baca Juga: Tipis Kemungkinan Solo Bisa Menyandang Status Daerah Istimewa

Wamendag meyakini sistem logistik sebagai tulang punggung proses ekspor, terutama di tengah upaya Indonesia melakukan diversifikasi pasar ekspor sebagai respons menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS. 

“Kita tidak bisa menghindari tantangan global seperti arus proteksionisme, tapi Indonesia dapat  mengatur arah strategi agar kondisi ini justru dapat menjadikan ekonomi Indonesia kian tangguh.  Salah satu yang krusial dilakukan adalah penguatan sistem logistik agar lebih bersaing dan adaptif,” tegas Wamendag Roro dalam kegiatan bertema “Tarif 32% AS: Tantangan dan Peluang Baru dalam Ekspor, Forwarding, dan Logistik”, dikutip dari siaran pers Kemendag, Sabtu (26/4).

Wamendag Roro melanjutkan, penguatan sistem logistik memainkan peran sentral agar proses  perluasan ekspor ke pasar nontradisional dapat berjalan lebih efisien. 

Saat ini, Indonesia telah memiliki 21 perjanjian dagang dengan negara mitra dan terdapat 16 perjanjian yang sedang dalam proses negosiasi. Beberapa di antaranya adalah dengan Kanada, Iran, Peru, dan Uni Eropa. 

Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan Brazil, Rusia, India, RRT, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, dan Arab Saudi (BRICS+) yang memiliki pangsa pasar cukup besar. Untuk itu, hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah transformasi digital dalam sistem logistik nasional.

“Pemerintah menargetkan integrasi sistem e-logistics yang lebih andal, seperti konektivitas data antarpelabuhan. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kolaborasi antara instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik. Forwarder nasional juga harus dibekali dengan infrastruktur digital yang mumpuni agar mampu bersaing secara global,” lanjut Wamendag Roro.

Kemudian, strategi diplomasi perdagangan juga harus berani masuk ke dalam ranah diplomasi  logistik. Wamendag Roro menjelaskan bahwa negosiasi perdagangan tidak hanya menyangkut tarif, tetapi juga kelancaran alur logistik lintas batas dari kepabeanan, inspeksi karantina, hingga  pengakuan dokumen digital. 

“Indonesia akan mendorong kerja sama teknis dan harmonisasi standar logistik dengan negara mitra, sebagai bagian dari agenda diplomasi perdagangan aktif,” tandasnya.

Upaya selanjutnya dalam percepatan transformasi sistem logistik yaitu dengan mengurangi biaya  logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dari 14,29 persen menjadi 8 persen pada 2045.  Wamendag Roro memaparkan, salah satu indikator efisiensi layanan pelabuhan adalah durasi port  stay, yaitu waktu yang diperlukan kapal untuk bersandar. Semakin cepat proses bongkar muat  barang di pelabuhan, semakin singkat durasi port stay, yang akan meningkatkan waktu berlayar  kapal. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: