- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Bio Farma Catat Rugi Rp1,16 Triliun pada 2024, Mulai Tunjukkan Pemulihan di Awal 2025

PT Bio Farma (Persero) mencatat kerugian bersih sebesar Rp1,16 triliun secara grup (unaudited) pada tahun 2024. Kerugian ini menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan rugi Rp2,04 triliun pada 2023, namun mencerminkan bahwa tekanan finansial pascapandemi COVID-19 masih membayangi kinerja perusahaan.
“Tahun 2024 ini penurunan net income tersebut masih berlanjut, masih negatif. Namun ini sudah lebih bagus dibandingkan dari tahun 2023,” ujar Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Menurut Shadiq, pendapatan Bio Farma mencapai puncaknya pada masa pandemi. Dari Rp14,3 triliun di tahun 2020, pendapatan melonjak menjadi Rp43,46 triliun saat permintaan vaksin COVID-19 memuncak. Namun, tren tersebut tidak berlanjut seiring meredanya pandemi. Pendapatan anjlok menjadi Rp21 triliun pada 2022, dan terus turun ke Rp15,23 triliun pada 2023. Untuk tahun 2024, pendapatan tercatat sedikit naik menjadi Rp15,71 triliun (unaudited).
Baca Juga: Kejari Bandung Periksa Mantan Dirut Bio Farma Honesti Basyir
“Memasuki kondisi normal di tahun 2023, pendapatan ada di Rp15,23 triliun. Dan tahun 2024, unaudited, posisinya penjualan ada di sekitar Rp15,71 triliun,” jelasnya.
Tekanan juga terjadi pada sisi EBITDA. Di tahun 2023, EBITDA Bio Farma tercatat Rp470 miliar. Namun, di tahun 2024, angkanya turun tajam menjadi Rp190 miliar. Shadiq menyebut kondisi tersebut sebagai periode sulit bagi perusahaan.
“Secara EBITDA, memang kami masih suffer,” ungkapnya.
Kinerja Mulai Pulih di Kuartal I 2025
Memasuki 2025, tren kinerja Bio Farma menunjukkan sinyal positif. Pada kuartal I tahun ini, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp3,66 triliun dengan laba bersih Rp380 miliar. EBITDA pun naik signifikan menjadi Rp730 miliar, menunjukkan pemulihan operasional yang mulai menguat.
Menurut Shadiq, peningkatan kinerja di awal tahun ini ditopang oleh dua faktor utama yakni, efisiensi operasional dan pulihnya permintaan pasar vaksin.
Baca Juga: Dua Tahun Digembok, BEI Bicara Potensi Delisting Saham Waskita
“Arab Saudi sudah mewajibkan vaksin COVID-19 bagi jemaah haji. Jadi stok vaksin kami bisa digunakan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa jika kebijakan serupa diterapkan untuk jemaah umrah, maka potensi pasar akan semakin besar. “Jumlah jemaah umrah itu 1,8 juta per tahun,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement