Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Koalisi Antikorupsi Desak Presiden Prabowo Investigasi Dugaan Korupsi Batubara yang Libatkan Jampidsus

Koalisi Antikorupsi Desak Presiden Prabowo Investigasi Dugaan Korupsi Batubara yang Libatkan Jampidsus Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koalisi yang terdiri dari Indonesia Police Watch (IPW), Komite Solidaritas Selamatkan Tanah Air (KSST), Tim Peduli Demokrasi Indonesia (TPDI), dan Perekat Nusantara mendatangi Istana Negara pada Rabu (28/5/2025). 

Mereka menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang meminta audit investigasi menyeluruh terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan batubara oleh perusahaan energi nasional.

Koalisi ini menuding adanya manipulasi kualitas dan harga batubara yang mencapai 40% dari total kebutuhan nasional. Ronald Lobloby, Koordinator Koalisi, menjelaskan bahwa batubara yang dipasok selama bertahun-tahun memiliki kualitas kalori jauh di bawah standar teknis yang dipersyaratkan. "Spesifikasi boiler PLTU membutuhkan batubara dengan kalori 4.400-4.800 GAR, namun yang disuplai hanya 3.000 GAR. Dengan kebutuhan batubara 161,2 juta metrik ton pada 2023, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp15 triliun per tahun," ujarnya.

Yang lebih mengejutkan, koalisi ini menduga kuat keterlibatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dalam kasus ini. Mereka menuduh Febrie bertindak sebagai "intimidator" yang melindungi kepentingan tiga perusahaan pemasok batubara bermasalah, yaitu PT Oktasan Baruna Persada, PT Buana Rizky Armia, dan PT Rizky Anugrah Pratama. Ketiga perusahaan ini disebut telah merugikan negara sekitar Rp5 triliun hingga tahun 2025.

Tidak hanya kasus batubara, koalisi juga mengungkap dugaan malpraktik Febrie Adriansyah dalam penanganan kasus korupsi lainnya. Salah satunya adalah kasus Tata Kelola Minyak Mentah 2018-2023 dimana Kejaksaan Agung mengklaim kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Namun menurut koalisi, klaim ini tidak didukung metodologi yang jelas dan lebih bersifat sensasional belaka.

Kasus lain yang disoroti adalah penyidikan terhadap Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung. Koalisi menemukan setidaknya empat kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Pertama, keterlambatan pemeriksaan terhadap pemberi suap. Kedua, perubahan pasal dakwaan dari suap menjadi gratifikasi. Ketiga, adanya selisih Rp285 miliar dari uang sitaan yang seharusnya Rp1,2 triliun. Keempat, tidak dimanfaatkannya bukti-bukti digital dalam proses penyidikan.

Menyikapi temuan-temuan ini, koalisi mendesak Presiden Prabowo untuk segera memerintahkan audit nasional terhadap pengelolaan batubara. Mereka juga meminta evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Jampidsus Febrie Adriansyah. 

"Kami sepenuhnya mendukung program pemberantasan korupsi pemerintah, tetapi jika aparat penegak hukum sendiri bermasalah, maka semua upaya ini akan sia-sia," tegas Ronald.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: