Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belajar dari Kejatuhan Sritex, Pemerintahan Prabowo Diminta Harus Atasi Kasus PHK di Sektor Padat Karya

Belajar dari Kejatuhan Sritex, Pemerintahan Prabowo Diminta Harus Atasi Kasus PHK di Sektor Padat Karya Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintahan Prabowo Subianto perlu memberi perhatian serius kepada isu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya yang semakin masif pada awal tahun 2025 ini. Beberapa kasus penutupan usaha yang mengakibatkan PHK seperti di PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex, PT Sanken Indonesia, hingga PT Yamaha Music.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, mengatakan masifnya gelombang PHK yang terjadi saat ini tak terlepas dari kondisi ekonomi global dan dalam negeri. Ia memprediksi, PHK masih akan berlanjut pada waktu mendatang.

"Jangan heran kalau di bulan-bulan ke depan akan banyak industri padat karya lainnya yang akan melakukan PHK," katanya di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Perlu diketahui, industri padat karya merupakan jenis industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksi, dibandingkan dengan penggunaan teknologi atau mesin, sehingga industri ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Adapun yang termasuk dalam industri padat karya seperti sektor tekstil, alas kaki, perkebunan termasuk industri hasil tembakau, perikanan kelautan, kerajinan, konstruksi, hingga pariwisata dan perhotelan.

Agus menyatakan bahwa saat ini industri dalam negeri tidak banyak berkembang karena banyaknya regulasi-regulasi restriktif dan pungutan ilegal, terutama terkait perizinan. Banyaknya pungutan ilegal membuat harga produksi menjadi lebih mahal. Ketika dijual untuk ekspor, ujarnya, produk Indonesia kalah bersaing dan hanya mengandalkan pasar dalam negeri.

Baca Juga: Anggota Komisi IX DPR RI Kritik PP 28/2024, Aturan Kesehatan Dinilai 'Matikan' Industri Padat Karya

Adapun, pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar mengingatkan, pemerintah memiliki peran sentral dalam mengatasi PHK di industri padat karya. Ia menegaskan, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK. Jika PHK tidak dapat dihindari maka prosesnya harus dilakukan dengan transparansi dan melalui mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan.

"Seharusnya pemerintah pusat dan daerah rutin jemput bola ke perusahaan untuk menanyakan apa yang menjadi hambatan," ujar Timboel.

Hal ini menjadi penting bagi pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan atau justru regulasi-regulasi yang mengancam keberlangsungan industri-industri padat karya.

Selain itu, memonitor kebutuhan investor juga bisa menjadi langkah mitigasi pemerintah dalam hal PHK. Dengan banyaknya fenomena PHK saat ini, tak ayal akan mempengaruhi konsumsi masyarakat, apalagi saat ini 52% PDB ditopang oleh konsumsi.

"Kalau ada PHK, masyarakat tidak memiliki uang lagi untuk belanja dan konsumsi masyarakat menurun. Hal itu juga membuat kontribusi ke investasi berkurang karena daya beli melemah, karena barang yang diproduksi tidak laku," tukasnya.

Timboel mengatakan, kerawanan sosial dengan banyaknya pengangguran akan meningkatkan tingkat kriminalitas. Ia menjelaskan, Indonesia seharusnya belajar dari Amerika Serikat (AS) di mana isu PHK menjadi sangat krusial.

"Tingkat pengangguran terbuka menjadi isu yang sangat sensitif. Itu adalah warning bagi perekonomian di sana," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: