Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KIPK Tingkatkan Daya Saing Industri di Bali

KIPK Tingkatkan Daya Saing Industri di Bali Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sektor industri di Bali bergerak dinamis dalam beberapa tahun terakhir yang menjadi sinyal bahwa diperlukan dukungan pembiayaan yang tepat, agar daya saing industri di Bali meningkat.

Di Bali, sektor industri manufaktur dan industri berbasis budaya menjadi salah satu sektor yang gencar dikembangkan, seperti sektor pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, makanan dan minuman, hingga kerajinan. 

Baca Juga: Krisis Legitimasi Fiskal dan Ketimpangan Ekonomi Picu Gelombang Protes

Untuk itu, dalam meningkatkan daya saing tersebut, Pemerintah hadir melalui Program Kredit Industri Padat Karya (KIPK).

“Program ini menjadi tonggak penting karena memberikan akses pembiayaan dengan subsidi bunga sehingga pelaku industri padat karya bisa meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, sekaligus menjaga ketahanan ekonomi nasional,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Sosialisasi Program KIPK di Denpasar, beberapa waktu lalu, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Senin (8/9).

Program KIPK menyediakan fasilitas pinjaman mulai dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dimana Pemerintah memberikan subsidi bunga atau marjin sebesar 5%. Jangka waktu pinjaman yang fleksibel hingga delapan tahun, memberi ruang bagi pelaku industri untuk melakukan ekspansi maupun modernisasi peralatan produksi dan modal kerja. Adapun total nilai pinjaman yang dialokasikan untuk seluruh industri padat karya yang eligible mendapatkan subsidi dengan total nilai sebesar Rp 260 miliar, sekitar Rp 20 Triliun. 

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bali, Wayan Koster menilai kehadiran KIPK sangat tepat waktu untuk mendukung transformasi ekonomi Bali. “KIPK bukan hanya membantu menjaga keberlangsungan industri, tetapi juga selaras dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali yang menekankan pertumbuhan berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berpijak pada kearifan lokal,” ujarnya. Ia menambahkan, Bali membutuhkan instrumen pembiayaan seperti ini agar pelaku industri dapat terus meningkatkan kapasitas sekaligus membuka lapangan kerja baru.

Sosialisasi KIPK di Bali turut dirangkaikan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan (PKP) antara Kementerian Perindustrian dengan PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta (BPD DIY) sebagai bank penyalur. Dengan demikian Kementerian Perindustrian telah melakukan PKP dengan 6 Bank Penyalur yaitu BPD Bali, BPD Jateng, Bank Mandiri, Bank BNI, BPD Kalteng, dan BPD DIY.

Secara simbolis, juga diberikan penyaluran perdana KIPK dari BPD Bali. Tiga pelaku industri calon debitur tersebut CV Pelangi (makanan), Dian’s Rumah Songket dan Endek (tekstil), serta CV Bali Tedung Nusa Island (furnitur) siap menerima penyaluran perdana KIPK dari BPD Bali. Momentum ini diharapkan memicu semakin banyak industri untuk segera memanfaatkan fasilitas kredit tersebut.

Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Tri Supondy menyampaikan, KIPK diluncurkan sebagai tindak lanjut arahan Presiden untuk memperkuat sektor padat karya seperti industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. “Melalui KIPK, kami ingin memastikan industri padat karya bisa tumbuh berdaya saing, berkontribusi lebih besar pada perekonomian, serta memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: