Konflik AS-Iran Guncang Minyak dan Rupiah, Indonesia Jangan Cuma Jadi Penonton!

Kini Amerika Serikat (AS) campur tangan dalam geopolitik Kawasan Timur Tengah diantara Iran dan Israel. Serangan AS ini memicu eskalasi konflik dan kekhawatiran global.
Guru Besar Departemen Ekonomi sekaligus Ekonom dari Universitas Andalas, Prof. Dr. Syafruddin Karimi mengatakan bahwa perang terbuka antara Israel dan Iran yang kini melibatkan langsung Amerika Serikat menjadi alarm serius bagi Indonesia.
Ia mengatakan bahwa, Indonesia tidak bisa hanya diam, kondisi ini memicu goyahnya ekonomi dan geopolitik dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Baca Juga: Trump Pakai Uang Rakyat untuk Perangi Iran, Warga AS Demo: Lebih Baik untuk Kesehatan dan Pendidikan
“Indonesia tidak boleh menonton dalam diam. Ketika AS mengerahkan B-2 bomber untuk menghancurkan infrastruktur nuklir Iran, dampaknya tak hanya mengguncang Timur Tengah, tetapi juga menggoyang fondasi ekonomi dan geopolitik negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Syafruddin dalam keteranganya, Jakarta, Senin (23/6/2025).
Ia menegaskan agar Presiden dan jajaran ekonomi mempersiapkan langkah darurat menghadapi lonjakan harga minyak dunia.
Melansir Reuters, pada Senin 23 Juni 2025, harga minyak mentah Brent berjangka naik US$ 1,92 atau 2,49% ke level US$ 78,93 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS juga naik US$ 1,89 atau 2,56% menjadi US$ 75,73 per barel.
“Ketergantungan Indonesia pada impor energi akan menjadi beban fiskal besar jika harga minyak menembus $100 per barel,” imbuhnya.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah menunda revisi kebijakan subsidi energi yang hanya akan memperparah defisit APBN.
Di sisilain, ia menyarankan agar Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memperkuat sinergi dalam koordinasi stabilisasi rupiah.
“Potensi capital outflow akibat gejolak global bisa menekan nilai tukar dan mengerek inflasi. Intervensi moneter harus disertai penajaman komunikasi kebijakan agar pasar tetap tenang,” terangnya.
Baca Juga: Konflik AS-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak, Pemerintah Diminta Antisipasi Beban APBN
Menurutnya, Indonesia harus segera menghidupkan jalur diplomasi Selatan-Selatan, terutama melalui G77 dan OKI. Ketidakhadiran suara kolektif Global South dalam krisis ini memperparah dominasi narasi geopolitik oleh blok G7 yang nyaris tanpa kritik terhadap agresi Israel.
Ia menyoroti peran Indonesia, sebagai pemimpin negara berkembang dan pendukung kemerdekaan Palestina, harus memimpin inisiatif diplomatik untuk mengakhiri kekerasan dan menuntut penghormatan terhadap hukum internasional. Ia mengatakan agar Indonesia berpihak pada stabilitas dan keadilan global.
Baca Juga: Keunggulan Minyak Sawit Dibandingkan Minyak Nabati Lain di Dunia
Baca Juga: Kenali Produk Turunan Sawit yang Sering Digunakan Sehari-hari
“Tindakan lamban hanya akan memperbesar kerentanan kita sendiri. Perang yang dimulai dari Tel Aviv dan Teheran bisa berdampak hingga pasar minyak, nilai tukar, hingga kantong rakyat Indonesia. Maka, ketegasan diplomatik dan kesiapan ekonomi bukan pilihan, tapi keniscayaan,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement