Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dulu Cuan Rp10 Triliun, Kini Asap Kejayaan Gudang Garam (GGRM) Mulai Padam

Dulu Cuan Rp10 Triliun, Kini Asap Kejayaan Gudang Garam (GGRM) Mulai Padam Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Salah satu perusahaan raksasa di industri rokok Indonesia, PT Gudang Garam Tbk (GGRM), tengah menghadapi masa-masa genting dalam sejarah bisnisnya. Perusahaan yang dulu begitu besar kini dihantui ancaman kebangkrutan, dengan performa keuangan yang terus merosot. 

Beberapa tahun lalu, tepatnya pada 2019, Gudang Garam berhasil mencatatkan kinerja cemerlang. Laba bersih perusahaan saat itu mencapai Rp10,8 triliun, ditopang oleh pendapatan sebesar Rp110,52 triliun.

Namun, grafik kejayaan itu perlahan menurun. Tahun 2020, laba bersih turun menjadi Rp7,65 triliun, dan terus melemah menjadi Rp5,60 triliun di 2021, lalu Rp2,8 triliun di 2022.

Meski sempat mencatat sedikit pemulihan pada 2023 dengan laba Rp5,32 triliun, kondisi kembali memburuk di tahun 2024. Gudang Garam hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp980,8 miliar, turun tajam hingga sekitar 82 persen dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: Berbagai Gebrakan Susilo Wonowidjojo, Konglomerat Generasi Penerus Gudang Garam

Penurunan juga terjadi pada sisi pendapatan. Pada 2020, pendapatan Gudang Garam sempat naik menjadi Rp114,47 triliun dan terus tumbuh hingga Rp124,88 triliun di tahun 2021.

Namun tren tersebut mulai stagnan dan melemah di tahun-tahun berikutnya, menjadi Rp124,68 triliun pada 2022, Rp118,95 triliun pada 2023, dan akhirnya turun signifikan menjadi hanya sekitar Rp98,65 triliun pada tahun 2024.

Selain kinerja keuangan, harga saham GGRM turut merosot drastis. Jika dulu saham perusahaan sempat bertengger di atas Rp90.000 per lembar, kini berdasarkan pantauan terbaru pada Rabu (2/7), nilainya tinggal sekitar Rp8.950 per lembar. Penurunan tajam ini menjadi sinyal bahwa kepercayaan pasar terhadap perusahaan semakin menipis.

Sebagai bentuk penyesuaian, manajemen Gudang Garam mulai melakukan efisiensi operasional, termasuk menghentikan pembelian tembakau dari beberapa wilayah sentra seperti Temanggung.

Perusahaan beralasan bahwa stok bahan baku yang ada masih cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi selama empat tahun ke depan. Namun, langkah ini juga dibaca sebagai indikasi bahwa perusahaan tengah menahan arus keluar dana untuk menjaga likuiditas di tengah penurunan permintaan.

Baca Juga: Gudang Garam (GGRM) Tambah Modal Rp1,5 Triliun ke Anak Usaha, Dananya untuk Proyek Ini

Tekanan dari sisi eksternal pun kian memperberat langkah Gudang Garam. Pemerintah telah menetapkan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok mulai Januari 2025, yang otomatis membuat harga produk resmi melonjak di pasaran.

Situasi ini membuka celah bagi rokok ilegal tanpa cukai untuk membanjiri pasar, karena harganya jauh lebih murah dan mudah diakses. Pergeseran konsumsi ini menjadi pukulan telak bagi produsen rokok legal, termasuk Gudang Garam.

Tak hanya di dalam negeri, tekanan juga datang dari luar. Penjualan ekspor Gudang Garam tercatat turun hingga 12,1 persen. Sementara itu, para pesaingnya mulai agresif mengalihkan fokus ke produk alternatif seperti rokok elektrik atau vape, yang saat ini tengah naik daun terutama di kalangan generasi muda.

Kini, publik pun menanti bagaimana langkah strategis Gudang Garam dalam menghadapi krisis dalam kinerjanya yang semakin nyata. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: