OpenAI: User ChatGPT Melonjak Tiga Kali Lipat, Indonesia Bisa Menjadi Pasar Kunci AI
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
OpenAI menyoroti pertumbuhan pesat penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pasar negara berkembang, khususnya di Indonesia. ChatGPT dalam setahun terakhir mencatatkan lonjakan jumlah pengguna aktif mingguan hingga tiga kali lipat dan menempatkan negara ini dalam lima besar negara user terbanyak secara global.
Chief Economist OpenAI, Aaron “Ronnie” Chatterji menekankan bahwa potensi transformatif akal imitasi tidak hanya berasal dari teknologi model dasar seperti Large Language Models (LLM). Ia juga tumbuh dari bagaimana inovator lokal mampu mengadaptasi dan menerapkannya untuk menyelesaikan tantangan nyata di masyarakat.
Baca Juga: Model AI Terbaru Bisa Berbohong dan Mengancam, Ini Kata Peneliti
“Sektor pendidikan adalah salah satu peluang paling menjanjikan. Namun, dibutuhkan entrepreneur lokal Indonesia untuk benar-benar menemukan formulanya,” ujar Ronnie dalam diskusi publik bertajuk East Venture: Sustainable AI for Local Growth, dilansir Kamis (3/7).
Menurutnya, akal imitasi dapat menjembatani kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan dengan solusi pembelajaran berskala, adaptif, dan terjangkau. Teknologi akal imitasi bukan untuk menggantikan guru, tetapi memperluas jangkauan dan kualitas layanan pendidikan di wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau.
Indonesia saat ini sudah menggunakan akal imitasi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari mencari informasi, berbelanja online, hingga menyunting foto dan video. Ronnie menilai hal ini membuka peluang besar bagi startup lokal untuk membangun aplikasi berbasis akal imitasi yang kontekstual dengan nilai budaya dan bahasa dari Indonesia.
“Peluang terbesar justru ada di hilir, yakni pada penggunaan akal imitasi dalam sektor-sektor spesifik seperti pendidikan, kesehatan, keuangan, energi, dan ritel,” jelas Ronnie.
Ia menyebut bahwa adaptasi akal imitasi berbasis lokal tidak hanya memberikan manfaat nyata, tetapi juga menjadi keunggulan strategis dalam membangun ekosistem inovasi di pasar negara berkembang.
Ronnie juga menekankan pentingnya kesiapan talenta lokal dalam menghadapi era AI. Menurutnya, kolaborasi antara manusia dan mesin justru akan menumbuhkan kemampuan seperti kreativitas, empati, cara berpikir etis, dan kerja sama lintas disiplin.
Untuk memaksimalkan potensi akal imitasi, ia mendorong kolaborasi erat antara masyarakat, pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas digital dalam membangun infrastruktur yang inklusif, memperkuat pelatihan keterampilan digital, serta menciptakan lingkungan inovasi yang mendukung.
Baca Juga: Memecahkan Hambatan Infrastruktur IT di Tengah Laju Penerapan AI
“Kita harus bekerja sama dengan masyarakat, bisnis, dan pemerintah di seluruh dunia untuk benar-benar mewujudkan potensi AI,” tutur Ronnie.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement